Jumat, 15 Desember 2017

Makalah Sistem JIT Bagi Perusahaan Industri

MANAJEMEN OPERASIONAL
MAKALAH PENTINGNYA SISTEM JUST IN TIME ( JIT )  BAGI
PERUSAHAAN INDUSTRI









Disusun Oleh:
Marlina Sukesi (15.0101.0245)
Manajemen 15 D





PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016/2017
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar belakang 3
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan Penulisan 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
2.1. Pengertian Sistem Just In Time (JIT) 5
2.2. Konsep Dasar Dalam Just In Time (JIT) 5
2.3. Manfat Sistem Just In Time (JIT) 7
2.4. Persyaratan-persyaratan JIT yang harus dipenuhi dalam penerapan 8
2.5. Strategi-Strategi Dalam Mengimplementasikan JIT Dalam Perusahaan 9
2.6. Hubungan antara Just In Time (JIT) dan Total Quality Management (TQM) 9
2.7. Keuntungan Just In Time (JIT) 10
2.8. Sistem Just In Time (JIT) Penting Bagi Perusahaan Industri 10
BAB III 12
PENUTUPAN 12
3.1. Kesimpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Just In Time ( JIT ) adalah filosofi yang merupakan suatu paradigma baru dari strategi bisnis bergeser dari manajemen persediaan tradisional ke manajemen rantai pasokan berbasis web yang meningkatkan perputaran persediaan dan mengurangi penumpukan persediaan. JIT merupakan suatu konsep yang dapat diterapkan pada banyak aspek dari bisnis selain persediaan. Sistem pemanufakturan tradisional mengatur jadwal produksinya berdasarkan pada peramalan kebutuhan dimasa yang akan datang dengan pasti walaupun ia memiliki pemahaman yang sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecenderungan yang terjadi di pasar. JIT tergantung pada logistik termasuk transportasi, pergudangan dan beberapa strategi untuk menangani ketidak pastian pasokan rantai potensial.
Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam proses ataupun persediaan bahan baku. Persediaan merupakan salah satu aset paling mahal dan harus ada keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen. Dari itulah timbul yang namanya konsep just in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang/penyimpanan barang/ stocking cost. Tujuan utama just in time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Perhitungan serta kerja sama yang baik antara penyalur, pemasok dan bagian produksi haruslah baik karena keterlambatan akibat salah perhitungan atau kejadian lainnya dapat menghambat proses produksi sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya sebab ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta karena tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen- komponen lainnya.
Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi. Tujuan utama just in time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Just In Time di terapkan pada perusahaan industri?
2. Bagaimana kontribusi Just In Time pada perusahaan industri?

1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui perkembangan dan kontribusi sistem just in time dalam perusahaan industri.




BAB II
 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sistem Just In Time (JIT)
Menurut Hansen & Mowen (2001:591), Just In Time (JIT) merupakan suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan.
JIT merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki impilkasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu produksi hanya apabila ada permintaan (pull system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta dan hanya sebesar kuatitas yang diminta. Filosofi JIT digunakan pertama kali oleh Toyota dan kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan manufaktur dijepang.
JIT sasaran utamanya adalah meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua kegiatan yang tidak menambah nilai bagi suatu produk, karena JIT merupakan suatu filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi perusahaan
2.2. Konsep Dasar Dalam Just In Time (JIT)
Sistem produksi just in time pada awalnya dikembangkan dan di promosikan oleh ToyotaMotor Corporation di Jepang. Strategi ini kemudian banyak diabdosi oleh banyak perusahaan
Jepang, terutama setelah terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973. Tujuan utama dari diterapkannya system produksi just in time ini adalah mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan produktivitas total industry secara keseluruhan dengan cara menghilangkan pemborosan (waste) secara terus-menerus (john A. White : Production Hand Book, Georgia Institute of Technology, 1987). Sasaran dari strategi produksi just in time (JIT) adalah reduksi biaya dan meningkatkan arus perputaran modal (Capital turnover ratio) dengan jalan menghilangkan setiap pemborosan (waste) dalam system industry. JIT harus dipandang sebagai suatu yang lebih luas dari pada sekedar suatu program pengendalian inventori. JIT
Ada delapan kunci utama pelaksanaan just in time (JIT) dalam kegiatan industri yaitu :
1. Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan pelanggan. Sistem JIT biasanya menghasilkan produksi sesuai dengan pesanan pelanggan dengan system produksi tarik (pull system) yang dibantu dengan menggunakan kartu kanban.
2. Memproduksi dalam jumlah kecil (small lot size). Ciri khas lain adalah memproduksi dalam jumlah kecil sesuai dengan permintaan pelanggan akan menghemat biaya dan sumber daya selain menghilangkan persediaan barang dalam proses yang merupakan sejenis pemborosan yang dapat dihindari dengan menggunakan penjadwalan proses produksi selain itu juga menggunakan pola produksi campur merata yaitu : memproduksi bermacam-mcam dalam satu lini produksi.
3. Menghilangkan pemborosan.Untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan penjadwalan dengan menggunakan sistem kartu kanban yang mendukung sistem produksi tarik, selain menghasilkan produksi dengan baik sejak awal yaitu pantang menerima, pantang memproses dan pantang menyerahkan produk cacat dengan bekerjasama dengan pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi jumlah barang yang datang, menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi biaya pembelian, memperbaiki penanganan bahan baku, tercapainya persediaan dalam jumlah kecil dan mendapatkan pemasok yang dapat dipercaya.
4. Memperbaiki aliran produksi. Penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima disiplin di tempat kerja yaitu 5-S yang antara lain : Seiri atau pemilahan yaitu disiplin ditempat kerja dengan cara melakukan pemisahan berbgai alat atau komponen ditempat masing-masing sehingga untuk mencarinya nanti bila diperlukan akan lebih mudah. Seiton atau penataan yaitu disiplin ditempat kerja dengan melakukan penyimpanan fungsional dan membuang waktu untuk mencari barang. Seiso atau pembersihan yaitu disiplin ditempat kerja dengan melakukan pembersihan sebagai pemeriksaan dan tingkat kebersihan. Seiketsu atau pemantapan/ perawatan yaitu manajemen visual dan pemantpn 5-S seperti pemberian tanda, pengumuman, label, pengaturan kabel, kode, dsb. Shitsuke atau pembiasaan yaitu pembentukan kebiasaan dan tempat kerja yang berdisiplin.
5. Menyempurnakan kualitas produk. Salah satunya untuk menyempurnakan kualitas produk dengan melihat prinsip manajemen yaitu memelihara pengendalian proses dan membuat semua orang bertanggung-jawab terhadap tercapainya mutu, meningkatkan pandangan manajemen terhadap mutu, terpenuhinya pengendalian mutu produk dengan tegas, memberikan wewenang kepada karyawan untuk mengadakan pengendalian mutu produk, menghendaki koreksi terhadap produk cacat oleh karyawan, tercapainya inspeksi 100 % terhadap mutu produk dan tercapai komitmen terhadap pengedalian mutu jangka panjang.
6. Orang-orang yang tanggap. Penerapan sistem JIT ini tidak lagi menggunakan pilar keuangan, pemasaran, SDM, tapi menggunakan lintas fungsi atau lintas disiplin sehingga seluruh karyawan harus menguasai seluruh bidang dalam perusahan sesuai dengan jenjang dan kedudukannya dan kesalahan dalam proses selalu ditandai dengan menyalanya lampu andon dan proses dihentikan dan seluruh karyawan terfokus pada perbaikan yang terkenal dengan istilh jidoka yaitu semua karyawan bertanggungjawab terhadap tercapaianya produk yang baik dan mencegah terjadinya kesalahan.
7. Menghilangkan ketidak pastian. Untuk menghilangkan ketidakpastian dengan pemasok dengan cara menjalin hubungan abadi dan memilki satu pemasok yang lokasinya berdekatan dengan perusahaan yang masih kerabat dengan pemilik perusahaan, sedang dalam proses produksi dengan cara menerapkan sistem produksitarik dengan bantuan kartu kanban dan produksi campur merata.
8. Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang. Karakteristik pemeliharaan dengan berpegang pada kontrak jangka panjang, memperbaiki mutu, fleksibelitas dalam mengadakan pesanan barang, pemesanan dalam jumlah kecil yang dilakukan berkali-kali, mengadakan perbaikan secara terus-menerus dan berkesinambungan
2.3. Manfat Sistem Just In Time (JIT)
JIT bukan hanya sekedar metode pengendalian persediaan tetapi juga merupakan system produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsidan aktivitas.
Manfaat JIT antara lain : a) Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang, b)Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi, c) Mengurangi pemborosan barang rusak dan cacat dengan mendeteksi kesalahan pada sumbernya, e) Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik, f) Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok, g) Layout pabrik yang lebih baik, h) Pengendalian kualitas dalam proses.

2.4. Persyaratan-persyaratan JIT yang harus dipenuhi dalam penerapan
1. Organisasi Pabrik dengan sisitem JIT berusaha untuk mengatur layout berdasarkan produk. Semua proses yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu lokasi.
2. Pelatihan/ Tim / Keterampilan. JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan sistem tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi perubahan yang dilakukan dari sistem tradisional dan bagaimana cara kerja JIT.
• Membentuk Aliran/Penyederhanaan. Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat di setupsebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan masalah awal.
• Kanbal Pull System. Kanbal merupakan sistem manajemen suatu pengendalian perusahaan, karena itu kanbal memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan : a) Jangan mengirim produk rusak ke prosess berikutnya, b) Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan, c) Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya, d) Meratakan beban produksi, e) Mentaati instruktur kanban pada saat fine tuning, f) Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
3. Visibiltas/ pengendalian visual. Salah satu kekuatan JIT adalah sistemnya yang merupakan system visual. Melacaknya apa yang terjadi dalam sistem tradisional sulit dilakukan karena para karyawan mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam prosess dan banyak rute produksi yang saling bersilangan.
4. Eliminasi Kemacetan. Untuk menghapus kemcetan, baik dalam fase setup maupun dalam masa produksi, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim fungsi silang. Tim ini terdiri dari berabagi departemen, seperti perekayasaan, manufaktur, keuangan dan departemen lainnya yang relevan.
5. Ukuran Lot Kecil Dan Pengurangan Waktu Setup. Ukuran lot yang ideal bukan ukuran yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses berikutnya dalam tahap produksi.
6. Total Productive Maintance (TPM) merupakan suatu keharusan dalam sistem JIT. Mesin-mesin membersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh operator yang menjalankan mesin tersebut.
7. Kemampuan Proses, Statistical Proses Control (SPC), Dan Perbaikan berkesinambungan. Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan berkesinambungan harus ada dalam pemanufakturan JIT, karena beberapa hal : Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT tidak ada bahan cadangan untuk kemacetan perusahaan dan Ketiga, semua kondisi mesin harus bekerja dengan prima.
2.5. Strategi-Strategi Dalam Mengimplementasikan JIT Dalam Perusahaan
Strategi Penerapan pembelian Just in Time. Dukungan, yaitu dari semua pihak terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pimpinan tersebut JIT tidak dapat terlaksana. Mengubah sistem, yaitu mengubah cara mengadakan pembelian, yaitu dengan membuat kontrak jangka panjang dengan pemasok sehingga perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang, selanjutnya barang akan datang sesuai kebutuhan atau proses produksi perubahan diperusahaan.
Strategi penerapan Just in Time dalam sistem produksi. Penemuan sistem produksi yang tepat, yaitu dengan sistem tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan. Penemuan lini produksi yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam barang, sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu dapat terpenuhi. Selain itu lini produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya. JIT bukan hanya sekedar metode pengedalian persediaan, tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi dan aktivitas.
2.6. Hubungan antara Just In Time (JIT) dan Total Quality Management (TQM)
Untuk mengimplementasikan JIT diperlukan adanya system total quality secara keseluruhan dalam organisasi. JIT mensyaratkan semua departemen dapat merespon kebutuhan-kebutuhannya. Apabila departemen produksi melaksanakan JIT tetapi organisasi secara keseluruhan tidakmengupayakan Total Quality Management (TQM), maka personil departemen produksi akan menghadapi hambatan yang besar. Selain itu JIT juga mensyaratkan perubahan, sehingga sering kali timbul penolakan dari departemen yang memiliki komitmen untuk berubah. Perbaikan secara terusmenerus (kaizen) selalu beriringan dengan TQM. Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau sebelum sistem mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus-menerus (just in time) ini adalah usaha yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen juga bisa merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprenhensif dan terintegrasi.
2.7. Keuntungan Just In Time (JIT)
1. Seluruh system yang ada pada perusahaan dapat berjalan lebih efisien.
2. Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan para staffnya.
3. Barang produksi tidak selalu harus di cek, disimpan atau di retur kembali
4. Kertas kerja bisa lebih simple.
5. Penghematan yang telah dilakukan dapat digunakan untuk mendapat profit yang lebih tinggi, misalnya : mengadakan promosi tambahan.
2.8. Sistem Just In Time (JIT) Penting Bagi Perusahaan Industri
Dalam menangani tingginya biaya, menurunnya laba, dan menajamnya persaingan telah mengakibatkan perusahaan mencari cara-cara untuk merampingkan kegiatan usaha mereka dan mengumpulkan lebih banyak data akurat untuk tujuan pengambilan keputusan. Oleh karena itu muncullah ide Just In Time (JIT) yang hanya memproduksi apabila ada permintaan. Akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Tujuan utama JIT adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Prinsip dasar JIT adalah meningkatkan kemampuan secara terusmenerus untuk merespon perubahan dengan meminimalisasi pemborosan. Ada empat aspek pokok dalam sistim JIT yaitu : a) Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk. b) Komitmen terhadap kualitas prima. c) Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi. d) Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas yang memberikan nilai tambah. Just In Time adalah suatu sistem keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan.
Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi. Perusahaan-perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan : bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendatipun para pemasok terlambat melakukan pengiriman atau bilamana sebuah departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal lainnya.
Persediaan- persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendatipun para pemasok terlambat melakukan pengiriman atau bilamana sebuah departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal lainnya. Namun penyimpanan persediaan-persediaan itu sudah barang tentu memakan biaya besar. Sistem Just In Time (JIT) merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan persedian. Perusahaan yang mengadopsi system Just In Time (JIT) ke proses produksinya pastilah merancang kembali fasilitas - fasilitas pabrikasinya dan kejadian-kejadian yang memicu proses produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem tradisional memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi dari pada produksi berdasarkan permintaan yang sesungguhnya oleh karena itu munculah ide Just In Time (JIT) yang memproduksi apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kooperatif karena tujuan utama Just In Time (JIT) adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Persediaan, JIT adalah untuk sistem persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat waktu. Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang membuat unitunit rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan sisa. Sistim JIT menghapus kebutuhan akan persediaan karena tidak ada produksi sampai barang akan dijual. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai pesanan terus menerus agar dapat berproduksi. Dalam sistem JIT menerapkan untuk membeli barang hanya dalam kuantitas yang dibutuhkan saja. Untuk itu perusahaan harus mengikat kontrak panjang kepada pemasok agar bersedia mengirimkan barang yang kita pesan sesering mungkin. Hal ini agar tidak adanya persediaan digudang.
Produksi JIT adalah suatu sistem dimana tiap komponen dalam jalur produksi menghasilkan secepatnya saat diperlukan dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi. Perusahaan harus memproduksi barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya persediaan. Pada sistem JIT perusahaan harus meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing dengan perusahaan yang lain. Untuk perusahaan harus memperhatikan kualitas mutunya. Dalam pengiriman barang dengan JIT harus tepat waktu, sesuai dengan jumlah pesanan dan dengan kualitas yang bermutu tinggi. Karena hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan produksi. Jika pelanggan senang maka ia akan sering melakukan pesanan terhadap perusahaan dan sebaliknya jika pelanggan tidak puas maka pelanggan akan memilih keperusahaan yang lain.
JIT merupakan suatau filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi perusahaan. Sasaran utama JIT adalah meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai bagi suatu produk. Just in Time (JIT) mendasarkan pada 8 (delapan) kunci utama, yaitu : a) menghasilakan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan, b ) memproduksi dengan jumlah yang kecil, c ) menghilangkan pemborosan,d ) memperbaiki aliran produksi, e ) menyempurnakan kualitas produk, f ) orang orang yang tanggap, g ) menghilangkan ketidak pastian, h ) penekananan pada pemeliharaan jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Fandy Tjiptono & Anatasia Dianan, Total Quality Manajemen, Andi offet Yogyakarta. http://pakguruonline.pendidikan.net./mpmbs4.html
http://kamasanpost.blogspot.com/2008/02/manajemen-peningkatan -mutu-berbasis.html
Schonberger, R.J, “Just In Time Production System : Replacing Complexity with Simlpicity in Manufacturing Management”, Industrial Engineering, vol. 16 no. 10, 1984.
Mursyidi, Akuntansi Biaya : “Conventional Costing, Just in Time dan Activity-Based Costing “, Penerbit Karisma, 2009
http://mistc.unila.ac.id/filelemlit/1-Semua-%20(word).pdf
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_ilmiah/Kaunia.pdf
Wahyu Ariani Dorothea, Manajemen Kualitas, Andi offset Yogyakarta.

Tugas Akhir Semester Manajemen Operasi

TUGAS AKHIR SEMESTER MANAJEMEN OPERASI
MATERI PERTEMUAN KE 1-7
















Disusun Oleh:
Marlina Sukesi (15.0101.0245)
Manajemen 15 D






PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Menejemen Operasional”. Penulis berterima kasih kepada Ibu Dra. Eni Zuhriyah, M.Si. dan Bapak Drs. M. Natsir, M.Si selaku dosen mata kuliah Manajemen Operasi yang memberikan tugas ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai hukum persaingan usaha. Penulis juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu , penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat  dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini apat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, dan memohon kritik dan saran yang membangun. 



Magelang, 14 Juni 2017


Penyusun 


DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Sejarah Program Linear 1
1.2. Pengertian Linear Programming 1
1.3. Solusi Grafik untuk Persoalan Maksimasi-Minimasi Pada prosedur grafik 3
1.4. Langkah Mengetahui Titik Maksimum 6
BAB II LINEAR PROGRAMMING METODE GRAFIK 9
2.1. Pengertian Program Linier 9
2.2. Model Pemrograman Linier Metode Grafik 9
2.3. Fungsi Tujuan Maksimalisasi 10
2.4. Fungsi Tujuan Minimisasi 14
BAB III LINEAR PROGRAMMING METODE SIMPLEKS 17
3.1. Pengertian Metode Simpleks 17
3.2. Persyaratan Metode Simpleks 17
3.3. Langkah-langkah dalam metode simplex 18
BAB IV LINEAR PROGRAMMING METODE TRANSPORTASI 24
4.1. Pengertian Metode Transportasi 24
4.2 Metode North West Corner (NWC) 25
4.3 Metode Least Cost (LC) 29
4.4. Metode Vogel’s Approximation Method (VAM) 32
BAB V METODE PENUGASAN (ASSIGNMENT METHOD) 37
5.1. Pengertian Persoalan Penugasan 37
5.2. Biaya Minimum 38
5.3. Biaya Maksimum 42
BAB VI MANAJEMEN PROYEK (NETWORK PLANNING) 45
6.1. Pengertian Manajemen Proyek (Network Planning) 45
6.2. Critical Path Method (CPM)/ Metode Jalur Kritis 48
6.3. Program Evaluation and Review Technique (PERT) 51
BAB VII MODEL ANTRIAN (QUEUING METHOD) 54
7.1. Pengertian Model Antrian 54
7.2. Komponen Proses Antrian 54
7.3. Model Antrian Satu Saluran Satu Tahap [M/M/1] 56
7.4. Model Antrian Ganda [M/M/s] 58
PENUTUP 60
KESIMPULAN 60
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Program Linear
Model program linear di kembangkan dalam tiga tahap, antara lain pada tahun 1939-1947. Pertama kali di kembangkan oleh Leonid Vitaliyevich Kantorovich, ahli matematika Rusia yang memperoleh Soviet Government’s Leinin Prize pada tahun 1965 dan the Order of Lenin pada tahun 1967; kedua oleh Tjalillng Charles Koopmans, ahli ekonomi dari Belanda yang memulai karir intelektualnya sebagai fisikawan yang melontarkan teori Kuantum mekanik; dank ke-3, George Bernard Dantzing yang mengembangkan Alogaritma Simpleks.
Pada tahun 1930, Kantorovich diharapkan paa kasus nyata optimalisai sumber-sumber yang tersedia di pabrik. Dia mengembangkan sebuah analisis baru nantiny akan dinamakan Pemrograman Linier. Kemudian pada tahun 1939, Kantorovich menulis buku “The Mathematical Method of Production Planning Organization”, di mana Kantovich menunjukkan bahwa seluruh masalah ekonomi dapat dilihat sebagi usaha untuk memaksimumkan suatu  fungsi  terhadap kendala-kendala. Istilah Program Linear di usukan oleh Koopmans ketika mengunjungi Dantzing di RAND Corporation pada tahun 1948. Istilah ini menjadi popular sampai saat ini.
1.2. Pengertian Linear Programming
Linear programming adalah suatu teknis matematika yang dirancang untuk membantu manajer dalam merencanakan dan membuat keputusan dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan perusahaan.
Tujuan perusahaan pada umumnya adalah memaksimalisasi keuntungan, namun karena terbatasnya sumber daya, maka dapat juga perusahaan meminimalkan biaya.
Linear Programming memiliki empat ciri khusus yang melekat, yaitu :
Penyelesaian masalah mengarah pada pencapaian tujuan maksimisasi atau minimisasi
Kendala yang ada membatasi tingkat pencapaian tujuan
Ada beberapa alternatif penyelesaian
Hubungan matematis bersifat linear
Secara teknis, ada lima syarat tambahan dari permasalahan linear programming yang harus diperhatikan yang merupakan asumsi dasar, yaitu:
Certainty (kepastian). Maksudnya adalah fungsi tujuan dan fungsi kendala sudah diketahui dengan pasti dan tidak berubah selama periode analisa.
Proportionality (proporsionalitas). Yaitu adanya proporsionalitas dalam fungsi tujuan dan fungsi kendala.
Additivity (penambahan). Artinya aktivitas total sama dengan penjumlahan aktivitas individu.
Divisibility (bisa dibagi-bagi). Maksudnya solusi tidak harus merupakan bilangan integer (bilangan bulat), tetapi bisa juga berupa pecahan.
Non-negative variable (variabel tidak negatif). Artinya bahwa semua nilai jawaban atau variabel tidak negatif.
Dalam menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan Linear Programming, ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yaitu metode grafik dan metode simpleks. Metode grafik hanya bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana variabel keputusan sama dengan dua. Sedangkan metode simpleks bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana variabel keputusan dua atau lebih.
Harapan mempelajari linear programming:
Mengenal linear programming sebagai alat pengambilan keputusan
Merumuskan permasalahan operasi ke dalam bentuk linear programming
Menyelesaikan permasalahan linear programming dengan grafik/ matematik
Memahami permasalahan infeasibility, unboundedness, alternative optima, dan redundancy.
1.3. Solusi Grafik untuk Persoalan Maksimasi-Minimasi Pada prosedur grafik
Mengidentifikasi harga-harga ( 1,𝑥2 ) yang memenuhi pembatas-pembatas yang ada dengan cara menggambarkan garis-garis yang harus membatasi daerah harga-harga yang diperbolehkan. 
Menentukan daerah (bidang) fisibel
Menentukan  suatu titik pada daerah fisibel yang dapat memaksimumkan/ meminimumkan fungsi tujuan. 
tan α=𝑥1/𝑥2 
α adalah sudut antara garis z dengan sumbu 𝑥1 . 
4. Selanjutnya, membuat garis lain yang sejajar garis z sedemikian sehingga garis tersebut dapat melalui titik sudut terjauh pada daerah (bidang) fisibel. Titik terjauh itu dinamakan titik optimum karena titik itu memberikan harga (𝑥1,2) yang memaksimumkan/meminimumkan fungsi tujuan z. 
Contoh Grafik layak:
Dapat diselesaikan dengan cara:
Maksimumkan Z = 4 𝑥1+ 5 𝑥2 Dengan syarat :      
 𝑥1 + 2 𝑥2   ≤ 40
 4𝑥_1 + 3𝑥2  ≤ 120        
 𝑥1 ,  𝑥2     ≥ 0  
Grafik tersebut adalah satu kumpulan koordinat untuk variabel keputusan 𝑥1 dan  2 dari model matematika bisnis yang akan digambarkan. Hanya kuadran positif yang akan digambarkan, yaitu kuadran tempat (𝑥1 dan  2 akan selalu positif) adanya batasan nonnegatif, 𝑥1 ≥0 𝑑𝑎𝑛  𝑥2  ≥ 0.

Menentukan Garis Batasan
Memperlihatkan batasan-batasan dalam grafik
Batasan digambarkan sebagai garis lurus dan masing-masing garis dibuat dalam grafik. Pertimbangan batasan tenaga kerja:
𝑥1 + 2 𝑥2= 40
Menentukan dua titik pada garis dan menarik lurus melalui titik-titik tersebut. Satu titik akan diperoleh apabila 𝑥1= 0 dan menentukan 𝑥(2 ):
0 + 2𝑥_2 = 40
𝑥2 = 40
Salah satu titik mempunyai koordinat (1 )= 0 dan 𝑥2 = 20. Titik yang kedua diperoleh apabila menentukan 𝑥2 = 0 dan menentukan 1:
𝑥1+ 2(0) = 40
𝑥1 = 40
Titik kedua adalah 𝑥1 = 40, dan 𝑥2 = 0. Garis yang menunjukan persamaan ini digambarkan dengan menghubungkan kedua titik tersebut






Sebagai contoh, uji titik A, yang merupakan perpotongan 𝑥1= 10 dan 𝑥2= 10.
Masukan nilai-nilai ini kedalam batasan tenaga kerja,
10 + 2(10) ≤ 40
30 ≥ 40
Menunjukan bahwa titik A ternyata daerah batasan, sehingga nilai dari 𝑥1 dan 𝑥_2 menghasilkan kualitas yang tidak melebihi batas 40 jam. Berikutnya uji titik B pada 𝑥_1 = 40 dan 𝑥_2= 30
40 + 2(30) ≤ 40  100 ≤ 40 salah
Titik B jelas sekali di luar daerah batasan, karena nilai 𝑥1 dan 𝑥2 menghasilkan kuantitas 100 yang melebihi 40 jam.








Garis batasan tanah liat digambarkan sama dengan batasan tenaga kerja dengan menemukan dua titik pada garis batasan dan menghubungkan mereka dengan garis lurus. Pertama, tentukan 𝑥1 = 0 dan mencari nilai 𝑥2.

4(0) + 3𝑥2 = 120
    𝑥2 = 40
Operasi ini menghasilkan titik 𝑥1 = 0, 𝑥2 = 40
Berikutnya 𝑥2= 0 dan tentukan nilai 𝑥1
4𝑥1 + 3 (0) = 120
𝑥1 = 30

Operasi ini menghasilkan titik 𝑥1 = 30, 𝑥2 = 0. Tempatkan kedua titik pada grafik dan hubungkan keduanya dengan garis sehingga memberi garis pembatas dan daerah untuk tanah liat, seperti gambar.
Kombinasi dari dua buah grafik untuk tenaga kerja dan tanah liat menghasilkan grafik dari batasan-batasan model, seperti pada gambar.
Daerah arsiran pada gambar merupakan daerah yang berlaku untuk batasan kedua model. Oleh karena itu,  daerah ini merupakan satu-satunya daerah pada grafik yang berisi nilai-nilai ( yaitu nilai untuk 𝑥1 dan 𝑥2 ) yang dapat memenuhi kedua batasan secara slimultan.







Sebagi contoh: Pada titik R, S, dan T pada gambar. Titik R dapat memenuhi kedua batasan : jadi kita dapat menyebutkan sebagai titik solusi yang layak (feasible). Titik S memenuhi batasan tanah liat (4𝑥_1 + 3𝑥_2 ≤ 120) tetapi melebihi batasan tenaga kerja, jadi ini termasuk kategori tidak layak (infeasible). Titik T adalah tidak layak karena tidak memenuhi kedua batasan diatas.
Daerah arsiran pada gambar merupakan  daerah solusi yang layak, karena semua titik dalam daerah ini memenuhi kedua batasan.






1.4. Langkah Mengetahui Titik Maksimum
Titik Solusi
Contoh, jika laba Z adalah $80, fungsi tujuan menjadi
80 = 4𝑥1 + 5𝑥2
Setiap titik pada garis ini merupakan daerah solusi yang layak dan dapat menghasilkan laba $80 (yaitu setiap kombinasi 𝑥1 dan 𝑥2 pada garis ini akan memberikan nilai Z sebesar $80). Akan tetapi kita, ingin mengetahui apakah $120 dan $160 akan memberikan laba yang lebih besar serta tetap dalam daerah solusi yang layak. Misalnya, perhitungan apabila laba $120 dan $160, seperti pada gambar.
Sebagai garis fungsi tujuan untuk laba sebesar $120 ada diluar daerah solusi yang layak, tetapi bagian dari garis masuk ke dalam daerah yang layak. Garis ini menunjukan bahwa terdapat tirik solusi yang layak, yang dapat memberikan laba lebih $80. Sekarang kita perhatikan apabila laba meningkat menjadi $160. Garis laba ini, terlihat pada gambar benar-benar diluar daerah solusi yang layak (feasible). Faktanya adalah tidak satu titik pun yang layak sepanjang garis yang memberikan indikasi bahwa $160.
Bahwa laba meningkat pada saat garis fungsi tujuan menjauh dari titik pangkal (yaitu nilai 𝑥_1 = 0, 𝑥_2 = 0). Berdasarkan ciri khas ini, laba maksimum yang akan dicapai adalah pada titik dimana garis fungsi tujuan merupakan yang terjauh dari titik pangkal dan masih menyentuh suatu titik dalam daerah solusi yang layak.
Untuk menemukan titik B, tempatkan garis lurus yang pararel dengan garis fungsi tujuan $80 = 4𝑥_1 + 〖5𝑥〗_2, pada gambar dan menggeser garis tersebut ke arah keluar menjauhi titik pangkal sejauh-jauhnya dengan tetap berhubungan dengan daerah solusi yang layak. Titik B tersebut sebagai solusi yang optimal yaitu, yang terbaik.
1.4. Solusi Grafik Untuk Model Program Linear
Selesaikan masalah berikut secara grafik
Maksimumkan Z = 4 𝑥_1+ 5 𝑥_2 Dengan syarat :      
𝑥_1 + 2 𝑥_2  ≤ 10          
6 𝑥_1 + 6 𝑥_2  ≤ 36        
𝑥_1≤ 4         
𝑥_1 ,  𝑥_2     ≥ 0  
Penyelesaian:
Gambarkan garis batasan sebagai persamaan
Metode yang mudah untuk menggambarkan garis batasan adalah menentukan salah satu variabel batasan sama dengan 0 dan memecahkan variabel lainnya, untuk menentukan titik pada salah satu sumbu. Ketiga garis batasan digambarkan pada gambar dibawah.
Menentukan Daerah Solusi yang Layak
Daerah solusi yang layak ditentukan dari penentuan area yang memuaskan kondisi  ≤  semua ketiga batasan.
Menentukan Titik-Titik Solusi
Solusi pada titik A dapat ditentukan dengan melihat garis batasan memotong sumbu x_2 pada 5, sehingga x_2 = 5, x_1= 0 dan Z = 25. Solusi pada titik D pada sumbu lain dapat ditentukan dengan cara yang sama, batasan memotong pada x_1 = 4 dan x_2 = 0, dan Z = 16.
Nilai-nilai pada titik B dan C harus menggunakan solusi persamaan secara simultan. Titik B terjadi karena perpotongan antara garis x_1 + 2x_2 = 10 dan 6x_1+ 6x_2 = 36.
Pertama, mengkonversikan kedua persamaan dalam fungsi x_1
x_1 + 2x_2 = 10  x_1 = 10 - 2x_2
Dan 6x_1 + 6x_2 = 6
 6x_1 = 36 – 6   x_1 = 6 - x_2
Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut
10 - 2x_2 = 6 - x_2
     -x_2 = -4   x_2 = 4
Masukan x_2 = 4 ke dalam kedua pasangan sehingga memberikan nilai x_1        :x_1 = 6 - x_1
x_1 = 6 – 4 x_1 = 2
Jadi, pada titik B, x_1 = 2, x_2 = 4 dan Z = 28
Pada titik C, x_1 = 4 masukan x_1 = 4 ke dalam persamaan x_1 = 6 - x_2 memberikan nilai x_2:
x_1 = 6 - x_2
x_1 = 2
Jadi, x_1 = 4x_2 = 2 dan Z = 26
Menentukan Solusi Optimal
Solusi optimal adalah pada titik B, dengan nilai x_1 = 2, x_2 = 4 dan Z = 28. Solusi optimal dan solusi dari titik ekstrem lain ditunjukan pada grafik
BAB II LINEAR PROGRAMMING METODE GRAFIK
2.1. Pengertian Program Linier 
Pemrograman Linear merupakan metode  matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Pemrograman Linear banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain-lain. Pemrograman Linear berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linear dengan beberapa kendala linear (Siringoringo, 2005). 
Pemrograman linear meliputi perencanaan aktivitas untuk mendapatkan hasil optimal, yaitu sebuah hasil yang mencapai tujuan terbaik (menurut model matematika) diantara semua kemungkinan alternatif yang ada.
2.2. Model Pemrograman Linier Metode Grafik 
Metode grafik hanya bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana hanya terdapat dua variabel keputusan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Metode grafik adalah satu cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi dalam programasi linier. Keterbatasan metode ini adalah variabel yang bisa digunakan terbatas (hanya dua), penggunaan 3 variabel akan sangat sulit dilakukan. 
Dua macam fungsi Program Linear yaitu: 
Fungsi tujuan : mengarahkan analisa untuk mendeteksi tujuan perumusan masalah.
Fungsi kendala : untuk mengetahui sumber daya yang tersedia dan permintaan atas sumber daya tersebut.
Langkah – langkah penyelesaian dengan metode grafik: 
Buatlah model matematika / kendala
Tentukan fungsi sasaran (Z).
Menyelesaikan fungsi pertidaksamaan : 
Jadikan setiap kendala menjadi bentuk persamaan,
Buat grafik untuk setiap kendala dan kemudian tentukan daerah penyelesaian atau HP,
Setelah grafik dibuat, kemudian tentukan himpunan penyelesaian (HP). Setelah itu, kita menentukan titik – titik terluar yang terdapat didalam grafik tersebut.
Setelah titik – titik terluar ditentukan, Uji titik – titik terluarnya untuk menentukan nilai maksimumnya.
2.3. Fungsi Tujuan Maksimalisasi
Metode grafik hanya bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana hanya terdapat dua variabel keputusan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memformulasikan permasalahan yang ada ke dalam bentuk Linear Programming (LP). Langkah-langkah dalam formulasi permasalahan adalah :
1. pahamilah secara menyeluruh permasalahan manajerial yang dihadapi
2. identifikasikan tujuan dan kendalanya
3. definisikan variabel keputusannya
4. gunakan variabel keputusan untuk merumuskan fungsi tujuan dan fungsi kendala secara matematis. 
Contoh: PT. INDAH MEBEL membuat dua produk yaitu meja dan kursi, yang harus diproses melalui perakitan dan pemolesan. Fungsi perakitan memiliki 60 jam kerja sedangkan fungsi pemolesan hanya 48 jam kerja. Untuk menghasilkan satu meja dibutuhkan 4 jam kerja perakitan dan 2 jam pemolesan. Laba tiap meja $8 dan tiap kursi $6. Pemecahan : Sekarang kita harus menentukan kombinasi terbaik dari meja dan kursi yang harus diproduksi dan dijual guna mencapai laba maksimum. Ada dua batasan (disebut juga KENDALA) yaitu waktu yang tersedia untuk perakitan dan waktu yang tersedia untuk pemolesan. Kita buat ringkasan matematik dari kasus perusahaan tersebut diatas :
Waktu yang dibutuhkan untuk 1 unit produk Total jam yang tersedia
Meja (M) Kursi (K)
Perakitan 2 2 60
Pemolesan 2 4 48
Laba per Unit $8 $6

Langkah Pertama:
Untuk memulai memecahkan persoalan kita nyatakan informasi tersebut dalam bentuk matematik yaitu memaksimalkan Fungsi Tujuan (hubungan output terhadap Keutungan). 
8M  =  total keuntungan dari pendapatan meja.
6K  =  total keuntungan dari penjualan kursi Fungsi Tujuan  =  8M + 6K
Waktu yang digunakan membuat kedua produk tidak boleh melebihi total waktu yang tersedia bagi kedua fungsi. (Fungsi Kendala) : 
Perakitan : 4M + 2K ≤ 60  
Pemolesan: 2M + 4K ≤ 48
Agar mendapat jawaban yang berarti maka nilai M dan K harus positif (meja dan kursi yang nyata) artinya harus lebih besar dari 0 (M≥0 dan K≥0).
Persoalan dapat diringkas dalam bentuk matematik : 
Maksimumkan  : Laba  =  8M + 6K (Fungsi Tujuan)
Dibatasi Oleh  :       (Fungsi Kendala)  
4M + 2K ≤ 60  
2M + 4K ≤ 48 
M≥0 dan K≥0
Langkah Kedua 
Gambarkan batasan-batasan tersebut dalam sebuah grafik, meja pada sumbu horizontal dan kursi pada sumbu vertical.
Asumsikan : 
Tidak ada waktu yang tersedia untuk merakit meja (produksi meja = 0), maka kursi dapat dibuat sampai dengan 30. Titik kita yang pertama adalah (0,30).
Untuk mendapatkan titik kedua, asumsikan tidak tersedia waktu untuk merakit kursi (produksi kursi = 0), sehingga kita dapat memproduksi meja K=15. Titik kedua kita adalah (15,0).






Setiap kombinasi meja dan kursi pada garis BC akan menghabiskan 60 jam waktu. Contoh : jika kita produksi 10 meja maka akan diproduksi 10 kursi (titik 10,10), pada grafik akan menghabiskan waktu perakitan 10 (4jam) + 10 (2jam) = 60 jam.
Fungsi Pemolesan :
2M + 4K ≤ 48
Asumsikan tidak tersedia waktu untuk aktivitas pemolesan kursi (pemolesan kursi = 0), sehingga kita melakukan pemolesan M = 24, Titik (24,0). Begitupun sebaliknya tidak ada waktu untuk pemolesan Meja (Pemolesan Meja = 0), sehingga kita melakukan pemolesan Kursi K = 12, Titik (0,12).






Penyajian grafik batasan persoalan:





Kombinasi meja dan kursi yang berada dalam AEDC disebut pemecahan yang memungkinkan (feasible solutions), kombinasi di luar AEDC tidak mungkin menjadi solusi.
Contoh : Untuk 10 meja dan 5 kursi
Perakitan:   4M + 2K ≤ 60 jam
4(10) + 2 (5) = 50 jam
Pemolesan: 2M + 4K ≤ 48 jam
  2(10) + 4(5) = 40 jam
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat 10 meja dan 5 kursi (titik 10,5) masih masuk dalam area feasible solution (AEDC) merupakan pemecahan yang memungkinkan.
3. Langkah Ketiga 
Tetapkan titik D, maka semua titik di bidang arsiran AECD akan diketahui.
Bagaimana mengetahui titik D?
membaca gambar grafik secara cermat pertemuan titik D.
Membaca kesamaan dua garis berpotongan titik D. Kesamaan itu adalah :
 4M + 2K = 60
 2M + 4K = 48 
Untuk memecahkan dua kesamaan secara bersamaan maka kalikan kesamaan pertama dengan – 2:
 -2 (4M + 2K = 60)  =   -8M – 4K   =  -120      
 +2M + 4K =     48      
  -6M         =    -72        
   M     =     12  
Selanjutnya, substitusikan 12 untuk M dalam kesamaan kedua. 
2M + 4K = 48 2(12) + 4K = 48
   24 +  4K = 48 
4K = 24 K = 6  .
Jadi Titik D adalah (12,6)
Langkah Keempat: 
Hitung nilai empat sudut dari bidang arsiran untuk melihat komposisi produksi manakah yang menghasilkan laba terbesar : 
Titik A (0,0) :  8(0) + 6(0)  =  0 
Titik E (0,12) :  8(0) + 6(12) =  72 
Titik C (15,0) :  8(15) + 6(0) =  120 
Titik D (12,6) :  8(12) + 6(6) =  132 
Kesimpulan : Untuk memperoleh keuntungan optimal, maka komposisi produk adalah Meja 12 buah dan Kursi 6 buah dengan keuntungan sebesar $132.
2.4. Fungsi Tujuan Minimisasi
Minimisasi dapat berupa meminimumkan biaya produksi. Solusi optimal tercapai pada saat garis fungsi tujuan menyinggung daerah feasible yang terdekat dengan titik origin. 
Contoh :Perusahaan makanan ROYAL merencanakan untuk membuat dua jenis makanan yaitu Royal Bee dan Royal Jelly. Kedua jenis makanan tersebut mengandung vitamin dan protein. Royal Bee paling sedikit diproduksi 2 unit dan Royal Jelly paling sedikit diproduksi 1 unit. Tabel berikut menunjukkan jumlah vitamin dan protein dalam setiap jenis makanan.
Jenis Makanan Vitamin (unit) Protein (Unit) Biaya per unit (ribuan rupiah)
Royal Bee 2 2 100
Royal Jelly 1 3 80
Minimun Kebutuhan
8 12
Bagaimana menentukan kombinasi kedua jenis makanan agar meminimumkan biaya produksi.
Langkah – langkah:
Tentukan variabel
X1 = Royal Bee
X2 = Royal Jelly
Fungsi tujuan
Zmin = 100X1 + 80X2
Fungsi kendala
2X1 + X2 ≥ 8 (vitamin)
2X1 + 3X2 ≥ 12 (protein)
X1 ≥ 2     (jumlah minimal yang harus di produksi = 2 unit)
X2 ≥ 1     (jumlah minimal yang harus di produksi = 1 unit)
Membuat grafik
2X1 + X2 = 8
X1 = 0, X2 = 8
X2 = 0, X1 = 4
Garis isoquant titik (4,8)
2X1 + 3X2 = 12
X1 = 0, X2 = 4
X2 = 0, X1 = 6
Garis isoquant titik (6,4)
X1 = 2
X2 = 1






Solusi optimal tercapai pada titik B (terdekat dengan titik origin), yaitu persilangan garis kendala (1) dan (2). 
2X1 + X2 = 8
2X1 + 3X2 = 12
-2X2 = -4 
X2 = 2
masukkan X2 ke kendala (1)
2X1 + X2 = 8
2X1 + 2 = 8                         
2 X1 = 8 – 2 = 6
X1 = 3
masukkan nilai X1 dan X2 ke Z
Z min = 100X1 + 80X2 
= 100(3) + 80(2) 
= 300 + 160 
= 460
Kesimpulan : 
Untuk meminimumkan biaya produksi, maka diproduksi Royal Bee (X1) = 3 dan Royal Jelly (X2 ) = 2,  dengan biaya produksi 460 ribu rupiah. 









BAB III LINEAR PROGRAMMING METODE SIMPLEKS
3.1. Pengertian Metode Simpleks
Metode Simpleks adalah metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan manajerial yang telah diformulasikan terlebih dahulu ke dalam persamaan matematika program linear yang mempunyai Variabel Keputusan mulai dari lebih besar atau sama dengan 2 (dua) sampai multivariabel. 
Sebagai pembanding, Metode Grafik hanya dapat kita gunakan apabila jumlah variable keputusan maksimal 2 (dua) buah. Sehingga dapat juga kita katakan bahwa apabila suatu persoalan Linear Programming dapat kita selesaikan dengan Metode Simpleks. Sebaliknya suatu persoalan yang hanya bisa diselesaikan dengan Metode Simpleks tidak dapat kita selesaikan dengan Metode Grafik. 
Dalam metode ini, model kita ubah kedalam bentuk suatu tabel, kemudian dilakukan langkah-langkah matematis kedalam tabel tersebut.
Langkah-langkah matematis ini pada dasarnya merupakan replikasi proses pemindahan dari suatu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya pada batas daerah solusi. Akan tetapi tidak seperti metode grafik, dimana kita dapat dengan mudah mencari titik terbaik diantara semua titik solusi, metode simpleks bergerak dari satu solusi ke solusi yang lebih baik sampai solusi optimal didapat. Untuk mencari nilai optimum dengan menggunakan metode simpleks ini dilakukan proses pengulangan (iterasi) dimulai dari penyelesaian dasar awal yang layak (feasible) hingga penyelesaian dasar akhir yang layak di mana nilai dari fungsi tujuan telah optimum. Dalam hal ini proses pengulangan (iterasi) tidak dapat dilakukan lagi
3.2. Persyaratan Metode Simpleks 
Terdapat persyaratan untuk memecahkan masalah pemrograman linier dengan menggunakan metode simpleks, yaitu: 1) Semua kendala pertidaksamaan harus dinyatakan sebagai persamaan. 2) Sisi kanan (the right side) dari sebuah kendala tidak boleh ada yang negatif. 3) Nilai kanan (NK/RHS) fungsi tujuan harus nol (0). 4) Semua variabel dibatasi pada nilai-nilai non-negatif.
3.3. Langkah-langkah dalam metode simplex
Merubah fungsi tujuan dan batasan-batasan
Fungsi tujuan diubah menjadi fungsi implisit, artinya semua C_j X_ijdigeser ke kiri.
Misal:Z=〖3X〗_1+〖5X〗_2diubah menjadi: Z-〖3X〗_1-〖5X〗_2=0
Pada bentuk standar,semua batasan mempunyai tanda ≤. Pertidaksamaan tersebut harus diubah menjadi persamaan.
Caranya dengan menambah Slack Variable (variabel tambahan yang mewakili tingkat pengangguran atau kapasitas yang mempunyai batasan) Variabel Slack ini adalah X_(n+1),X_(n+2),…X_(n+m)
Fungsi Batasan: 
〖(1)  2X〗_1             ≤8 → 〖2X〗_1              +X_3=8
(2) 〖3X〗_2              ≤15→〖3X〗_2             +X_4=15
(3) 〖6X〗_1+〖5X〗_2≤30→〖6X〗_1+〖5X〗_2+X_5=30
Formulasi matematisnya: 
• Fungsi Tujuan: Maks Z-〖3X〗_1-〖5X〗_2
• Batasan:  (1) 〖2X〗_1           +X_3=8
(2) 〖3X〗_2                +X_4=15
(3) 〖6X〗_1+〖5X〗_2         +X_5=30
Menyusun persamaan-persamaan di dalam table
Variabel Dasar Z X_1 X_2 …. X_n X_(n+1) X_(n+2) …. X_(n+m) NK (RHS)
Z
X_(n+1)
X_(n+2)
:
:
X_(n+m) 1
0
0
:
:
0 〖-C〗_1
a_11
a_21
:
:
a_m1 〖-C〗_2
a_12
a_22
:
:
a_m2 ….
….
….


…. 〖-C〗_n
a_1n
a_2n
:
:
a_mn 0
1
0
:
:
0 0
0
1
:
:
0 ….
….
….


…. 0
0
0
:
:
1 0
b_1
b_2
:
:
b_m


NK (RHS) : Nilai Kanan persamaan, yaitu nilai di belakang tanda = Variabel dasar: variabel yang nilainya sama dengan sisi kanan dari persamaan. Pada persamaan  〖2X〗_1+X_3= 8, jika belum ada kegiatan apa-apa, berarti nilai X_1 = 0, dan semua kapasitas masih menganggur, maka pengangguran ada 8 satuan (nilai sisi kanan) atau nilai X_2 = 8 Pada tabel tersebut nilai variabel dasar (X_3,X_4,X_5) pada fungsi tujuan harus 0, dan nilainya pada batasan-batasan bertanda positif.
Tabel 1: Data perusahaan sepatu BATA dalam tabel simplex pertama
Variabel Dasar Z X_1 X_2 X_3 X_4 X_5 NK
Z
X_3
X_4
X_5 1
0
0
0 -3
2
0
6 -5
0
3
5 0
1
0
0 0
0
1
0 0
0
0
1 0
8
15
30

Memilih Kolom Kunci 
Kolom kunci adalah kolom yang merupakan dasar untuk merubah tabel di atas.
Kolom kunci mempunyai nilai pada baris fungsi tujuan yang bernilai Negatif Terbesar (dalam tabel terletak pada kolom X_2dengan nilai pada baris persamaan tujuan -5
Kalau suatu tabel sudah tidak memiliki nilai negatif pada baris fungsi tujuan, berarti tabel itu tidak bisa dioptimalkan lagi (sudah optimal)
Tabel 2: Pemilihan Kolom Kunci pada tabel pertama
Variabel Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK Keterangan
Z
X3
X4
X5 1
0
0
0 -3
2
0
6 -5

0
1
0
0 0
0
1
0 0
0
0
1 0
8
15
30
~
15/3=5 (Min)
30/5=6


Memilih Baris Kunci 
Baris Kunci baris yang merupakan dasar untuk merubah tabel. 
Perlu dicari nilai IndexMembagi nilai-nilai pada kolom NK (RHS) dengan nilai yang sebaris pada kolom kunci (lihat kolom “keterangan” pada tabel 2)   
Index  =   (Nilai Kolom NK)/(Nilai Kolom KUNCI)
Pilih baris yang mempunyai Index Positif TerkecilBatasan 2 yang terpilih sebagai Baris Kunci
Nilai yang masuk dalam Kolom Kunci dan Baris Kunci disebut Angka Kunci
Merubah Nilai-Nilai Baris Kunci
Tabel 3: Merubah Nilai Baris Kunci
Vriabel Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK
Z
X3
X4
X5
1
0
0
0 -3
2
0
6 -5
0
3
5 0
1
0
0 0
0
1
0 0
0
0
1 0
8
15
30
Z
X3
X2
X5 1
0
0
0

0

1

0

1/3

0

5


Nilai Baris Kunci diubah dengan cara membaginya dengan Angka Kunci, seperti pada tabel 3 di atas. Bagian bawah (0/3=0; 3/3=1; 0/3=0; 1/3=1/3; 0/3=0; 15/3=5). Ganti variabel dasar pada baris itu dengan variabel yang terdapat di bagian atas kolom kunci (X_2)
Merubah Nilai-Nilai Selain pada Baris Kunci
Rumus:  Baris Baru = Baris Lama – [(Koefisien Pada Kolom Kunci) X Nilai Baru Baris Kunci]  


Nilai baru baris pertama (Z) adalah:   
[-3   -5   0  0   0, 0]   
(-5) [0 1 0 1/3 5]  (-)   
Nilai baru = [-3 0 0 5/3 0, 25]  
Nilai baru baris kedua (batasan 1) adalah:
    [2 0 1 0 0, 8]   
(0) [0 1 0 1/3 0, 5]  (-)   
Nilai baru = [2 0 1 0 0, 8]  
Nilai baru baris keempat(batasan 3) adalah:
 [6 5 0 0 1, 30]   
(5) [0 1 0 1/3 0,   5]  (-)   
Nilai baru = [6 0 0 -5/3 1,  5]
Nilai-nilai baru di atas digunakan untuk melengkapi isi tabel 3 bagian bawah, sehingga hasilnya terlihat seperti tabel 4 berikut.   
Tabel  4: Tabel pertama nilai lama dan tabel kedua nilai baru
Variabel Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK
Z
X3
X4
X5 1
0
0
0 -3
2
0
6 -5
0
3
5 0
1
0
0 0
0
1
0 0
0
0
1 0
8
15
30
Z
X3
X2
X5 1
0
0
0 -3
2
0
6 0
0
1
0 0
1
0
0 5/3
0
1/3
-5/3 0
0
0
1 25
8
5
5

Melanjutkan Perbaikan/Perubahan-Perubahan
Langkah-langkah perbaikan (langkah 3 sampai 6) dilakukan untuk memperbaiki tabel.  Perubahan baru berhenti setelah pada baris pertama (fungsi tujuan) tidak ada yang bernilai negatif.



Tabel  5: Kolom dan baris hasil perbaikan pertama, dan nilai baru  Baris kunci hasil perbaikan kedua
Variabel Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK Ket
Z
X3
X2
X5 1
0
0
0
-3
2
0
6 0
0
1
0 0
1
0
0 5/3
0
1/3
-5/3 0
0
0
1 25
8
5
5 -
8/2=4
5/0= ~
5/6
Z
X3
X2
X1 1
0
0
0




1


0


0


-5/18


1/6


5/6

Nilai baru baris lain kecuali baris kunci:  
Nilai baru baris pertama (Z) adalah:   
[-3 0 0 5/3 0, 25]  
(-3) [1 0 0 -5/18 1/6, 5/6]  (-)  
Nilai baru = [0 0 0 5/6 1/2, 27½]  
Nilai baru baris kedua:
[2 0 1 0     0, 8]   
(2) [1 0 0 -5/18   1/6, 5/6]   (-)  
Nilai baru = [0 0 1 5/9 -1/3, 6  ]  
Nilai baris ketiga tidak berubah karena nilai kolom kunci = 0
Variabel Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK
Z 1 0 0 0 5/6 1/2 27 ½
X3 0 0 0 1 5/9 -1/3 6 ½
X2 0 0 1 0 1/3 0 5
X1 0 1 0 0 -5/18 1/6 5/6

Bila dilihat dari baris pertama (Z) pada tabel di atas tidak ada lagi yang bernilai Negatif, semuanya positif. Berarti tabel tidak dapat dioptimalkan lagi, sehingga hasil dari tabel tersebut sudah merupakan hasil optimal. Kesimpulan: Nilai X_1=5⁄6    sehingga I_1=5⁄6 lusin setiap hari        X_2=5 sehingga I_2=5lusin setiap hari        
 Z maksimum 27½, artinya laba yang akan diperoleh = 275.000/hari
Tabel  7: Tabel-tabel yang diperoleh, dari tabel pertama sampai perubahan terakhir
Variabel Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK
Z
X3
X4
X5 1
0
0
0 -3
2
0
6 -5
0
3
5 0
1
0
0 0
0
1
0 0
0
0
1 0
8
15
30
Z
X3
X2
X5 1
0
0
0 -3
2
0
6 0
0
1
0 0
1
0
0 5/3
0
1/3
-5/3 0
0
0
1 25
8
5
5
Z
X3
X2
X1 1
0
0
0 0
0
0
1 0
0
1
0 0
1
0
0 5/6
5/9
1/3
-5/18 ½
-1/3
0
1/6 27 ½
6 1/3
5
5/6









BAB IV LINEAR PROGRAMMING METODE TRANSPORTASI
4.1. Pengertian Metode Transportasi
Merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat yang membutuhkan secara optimal.
 Metode transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dari beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju ke beberapa tujuan dengan permintaan tertentu. Asumsi dasar model ini adalah biaya transport pada suatu rute tertentu proporsional dengan banyaknya unit yang dikirimkan. 
Pada model transportasi, yang harus diperhatikan adalah bahwa total kuantitas pada seluruh baris harus sama dengan total kuantitas pada seluruh kolom, jika tidak, maka perlu ditambahkan kuantitas dummy. 
Karakteristik dari metode transportasi adalah: 1) Suatu barang dipindahkan (transported), dari sejumlah sumber ke tempat tujuan dengan biaya seminimum mungkin, dan 2) Atas barang tersebut tiap sumber dapat memasok suatu jumlah yang tetap dan tiap tempat tujuan mempunyai jumlah permintaan yang tetap.
Model dari metode trasportas dapat digambarkan seperti yang tertera pada Gambar 1.







Keterangan Gambar 1: 
a_1,a_2,…,a_m = Jumlah supply (pasokan) pada sumber ke 1, 2, ..., m. 
b_A,b_B,…,b_n = Jumlah demand (permintaan) pada sumber ke A, B, ..., n.
c_1A,…,c_mn = Biaya yang terjadi akibat perpindahan dari sumber ke tujuan (dari sumber 1 ke A, ..., dari sumber m ke n).
x_1A,…,x_mn  = Jumlah yang terjadi akibat perpindahan dari sumber ke tujuan (dari sumber 1 ke A, ..., dari sumber m ke n).
Untuk membantu penyelesaian masalah metode transportasi, digunakan alat bantu berup table seperti yang tertera pada table 1 yang disebut table transportasi. 








Untuk menyelesaikan masalah transportasi, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, beberapa yang akan dibahas dalam materi ini, antara lain: 1) Metode North West Corner (NWC). 2) Metode Least Cost (LC). 3) Metode Vogel’s Approximation Method (VAM).
4.2 Metode North West Corner (NWC) 
Merupakan metode yang memulai langkah awalnya dari pojok kiri atas. Langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah transportasi dengan menggunakan metode ini, adalah sebagai berikut:
Mulai dari sudut kiri atas (x_1A), alokasikan sejumlah maksimum produk dengan melihat jumlah pasokan dan permintaan (atau supply dan demand).
Kemudian, bila x_mnmerupakan kotak terakhir yang dipilih, lanjutkan dengan mengalokasikan pada x_(m,n+1)(kotak sebelah kanan dari kotak terpilih pada baris yang sama) bila n mempunyai kapasitas permintaan (demand) yang tersisa.
Bila tidak (kapasitas permintaan/demand pada baris kotak terpilih sudah terpenuhi), maka alokasikan ke, x_(m+n,1)(kotak di bawah kotak terpilih), dan seterusnya sehingga semua kebutuhan telah terpenuhi.
Contoh Soal 
Ada 3 kota tempat penyimpanan beras yaitu 1, 2, dan 3, yang akan mengirim ke 3 tempat penggilingan beras yang berlokasi di A, B, dan C dengan menggunakan kereta api, dimana tiap gerbongnya memuat 1 ton beras. Data pasokan beras dan data permintaan beras untuk setiap bulannya, serta data biaya pengiriman dapat dilihat pada tabel berikut.











Permasalahannya adalah untuk menentukan banyak beras (ton) yang harus dikirim dari tiap kota tempat penyimpanan ke tiap lokasi penggilingan setiap bulannya agar total biaya transportasi minimum.
Penyelesaian Masalah Transportasi Dengan Metode NWC 
Distribusikan data yang ada di soal ke dalam tabel transportasi seperti berikut ini. (Lihat Tabel 2).
Mulai dari pojok kiri atas (x_1A), dengan jumlah supply = 200 dan demand = 150, maka jumlah maksimum yang dapat dialokasikan pada x_1A = 150 (sejumlah demand), karena jika dialokasikan sebesar 200 (sejumlah supply) akan melebihi kapasitas demand. Dari alokasi x_1A  ini, maka x_1B dan x_1C  yang berada pada baris yang sama (baris 1) tidak perlu di alokasikan (=0). Sehingga tabel akan menjadi seperti berikut ini. (Lihat Tabel 3).








Karena baris 1 sudah memenuhi demand (n tidak ada sisa) sehingga alokasi pada x_(m,n+1)(kotak sebelah kanan dari kotak terpilih pada baris yang sama, yaitu〖 x〗_1B) tidak dapat dilakukan, maka lanjutkan alokasi ke x_(m+1,n)(kotak di bawah kotak terpilih), dalam hal ini yaitu x_2A. Dengan jumlah supply = 200, namun telah digunakan  x_1A= 150, maka sisa jumlah supply = 50, dan demand = 175, sehingga jumlah maksimum yang dapat dialokasikan pada  x_2A= 50 (sejumlah sisa dari supply) dan   x_(3A )tidak perlu dialokasikan (=0). (Lihat Tabel 4).








Karena baris 2 belum memenuhi demand (n masih ada sisa), maka lakukan alokasi pada  x_(m,n+1)(kotak sebelah kanan dari kotak terpilih pada baris yang sama), dalam hal ini yaitu x_(2B ). Dengan jumlah supply = 100, dan demand = 175, namun telah digunakan x_(1B )= 50, maka sisa jumlah demand = 125, sehingga jumlah maksimum yang dapat dialokasikan pada x_(2B ) = 100 (sejumlah supply), dan x_(3B )tidak perlu dialokasikan (=0). (Lihat Tabel 5).
Karena baris 2 belum memenuhi demand (n masih ada sisa), maka lakukan alokasi pada x_(m,n+1 )(kotak sebelah kanan dari kotak terpilih pada baris yang sama), dalam hal ini yaitu x_2C. Dengan jumlah supply = 300, dan demand = 175, namun telah digunakan x_1B= 50 dan x_2B= 100, maka sisa jumlah demand = 25, sehingga jumlah maksimum yang dapat dialokasikan pada x_2C= 25 (sejumlah sisa dari demand).(Lihat Tabel 6).








Karena x_(m,n+1) (kotak sebelah kanan dari kotak terpilih) tidak dapat dilakukan, maka lanjutkan alokasi ke x_(m+1,n)(kotak di bawah kotak terpilih), dalam hal ini yaitux_3C. Dengan jumlah supply = 300, namun telah digunakan x_2C= 25, maka sisa jumlah supply = 275, dan demand = 275, sehingga jumlah maksimum yang dapat dialokasikan pada x_3C= 275 (sejumlah sisa dari supply dan demand). (Lihat Tabel 7).
Karena semua telah teralokasi maja telah dicapai solusi optimal. Sehingga alokasi optimal dari metode NWC adalah x_1A= 150, x_1B= 0, x_1C= 0, x_2A= 50, x_2B= 100, x_2C= 25, x_3A= 0, x_3B= 0, dan x_3C= 275.
Menghitung biaya pengiriman yang harus dikeluarkan dengan persamaan sebagai berikut. 
Min.Z = 〖6x〗_1A+〖8x〗_1B+〖10x〗_1C+〖7x〗_2A+〖11x〗_2B+〖11x〗_2C+〖4x〗_3A+〖  5x〗_3B+〖12x〗_3C
Min. Z  =  6(150) + 8(0) + 10(0) + 7(50) + 11(100) + 11(25) + 4(0) + 5(0) + 12(275) 
Min. Z   =  5925 
Jadi biaya pengiriman (transportasi) adalah sebesar $5925.  
4.3 Metode Least Cost (LC) 
Metode ini jauh lebih baik secara umum jika dibandingkan dengan metode NWC. Hal ini karena dalam metode LC mempertimbangkan hal-hal yang ada dalam metode transportasi, yaitu biaya selnya, sehingga mendekati solusi optimal yang diinginkan. Sel yang memiliki biaya-biaya yang tertinggi otomatis tidak akan terpakai, tetapi jika ada sel yang memiliki biaya yang sama, maka penentuan sel yang akan di isi dapat dilakukan secara bebas.
Langkah-langkah dalam menyelesaikan permaslahan transportasi dengan metode ini adalah sebagai berikut:
Mulai dari kotak/sel yang memiliki biaya paling keci/minimal, kemudian alokasikan jumlah produk semaksimal mungkin dengan melihat jumlah pasokan dan permintaan (atau supply dan demand). 
Selanjutnya pilih kembali kotak/sel yang memiliki biaya paling kecil/minimal kecuali kotak/sel yang sudah dipilih dan kotak/sel yang sudah tidak mungkin di alokasikan jumlah produk. Kemudian alokasikan jumlah produk di kotak/sel yang dipilih dengan memeprhatikan jumlah pasokan dan permintaan (atau supply dan demand).
Penyelesaian Masalah Transportasi Dengan Metode LC 
Dengan menggunakan contoh soal yang sama pada metode NWC, berikut akan disajikan penyelesaian masalah dengan metode LC. 
Distribusikan data yang ada di soal ke dalam tabel transportasi seperti berikut ini. (Lihat Tabel 8).
Pilih kotak/sel yang memiliki biaya paling kecil/minimal, dalam hal ini adalah x_(3A ) dengan biaya sebesar $4. Kemudian alokasikan sejumlah produk semaksimal mungkin dengan melihat jumlah supply dan demand. Dengan jumlah supply = 200, dan demand = 275, maka jumlah yang dapat dialokasikan pada x_(3A )= 200 (sesuai jumlah supply), sehingga x_1A,dan x_2Atidak perlu dialokasikan. (Lihat Tabel 9).
Pilih kembali kotak/sel yang memiliki biaya paling kecil/minimal (tanpa x_3A,x_1A,dan ,x_2Ayang sudah tidak mungkin dialokasikan), dalam hal ini adalah x_3Bdengan biaya $5. Dengan jumlah supply = 100, dan demand = 275, namun telah digunakan oleh x_3A= 200, maka sisa jumlah demand = 75, sehingga jumlah yang dapat dialokasikan pada x_3B= 75 (sesuai sisa jumlah demand), dan x_3Ctidak perlu dialokasikan. (Lihat Tabel 10). 
Pilih kembali kotak/sel yang memiliki biaya paling kecil/minimal (tanpa kotak/sel yang sudah tidak mungkin dialokasikan), dalam hal ini adalah x_1Bdengan biaya $8. Dengan jumlah supply = 100, namun telah digunakan oleh x_3B= 75, maka sisa jumlah supply = 25, dan demand = 150, sehingga jumlah yang dapat dialokasikan pada x_1B= 25 (sesuai sisa jumlah supply), dan x_2B tidak perlu dialokasikan. (Lihat Tabel 11).
Pilih kembali kotak/sel yang memiliki biaya paling kecil/minimal (tanpa kotak/sel yang sudah tidak mungkin dialokasikan), dalam hal ini adalah x_1C dengan biaya $10. Dengan jumlah supply = 300, dan demand = 150, namun telah digunakan oleh x_1B= 25, maka sisa jumlah demand = 125, sehingga jumlah yang dapat dialokasikan pada x_1C= 125 (sesuai sisa jumlah demand). (Lihat Tabel 12).
Kotak terakhir yang masih dapat dialokasikan adalah x_2Cdengan biaya $11. Dengan jumlah supply = 300, namun telah digunakan oleh x_1C= 125, maka sisa jumlah supply = 175, dan demand = 175, sehingga jumlah yang dapat dialokasikan pada x_2C= 175 (sesuai sisa jumlah supply dan demand). (Lihat Tabel 13).
























Karena sudah tidak ada lagi kotak/sel yang tersisa, maka solusi optimal sudah dicapai. Alokasi optimal dengan metode LC adalah x_1A=0 ;  x_1B=25; x_1C=125; x_2A=0; x_2B=0;x_2C=175; x_3A=200; x_3B=75; x_3C=0  
Menghitung biaya pengiriman yang harus dikeluarkan dengan persamaan sebagai berikut. 
Min. Z = 〖6x〗_1A+〖8x〗_1B+〖10x〗_1C+〖7x〗_2A+〖11x〗_2B+〖11x〗_2C+〖4x〗_3A+〖5x〗_2B+〖12x〗_3C
Min. Z = 6(0) + 8(25) + 10(125) + 7(0) + 11(0) + 11(175) + 4(200) + 5(75) + 12(0) 
Min. Z  = 4550 
Jadi biaya pengiriman (transportasi) adalah sebesar $4550.
4.4. Metode Vogel’s Approximation Method (VAM) 
Bila dibandingkan dengan dua metode sebelumnya, metode ini jauh lebih baik lagi (lebih mendekati solusi optimal). Namun metode ini relative lebih rumit dalam menentukan solusi.
Langkah-langkah dalam meyelesaikan masalah transportasi dengan metode VAM adalah sebagai berikut:
Susunlah kebutuhan, kapasitas masing-masing sumber, dan biaya pengangkutan ke dalam matrik (tabel).
Carilah perbedaan dari dua biaya terkecil (dalam nilai absolut), yaitu biaya terkecil dan terkecil kedua untuk tiap baris dan kolom pada matrik (tabel).
Pilihlah 1 nilai perbedaan yang terbesar di antara semua nilai perbedaan pada kolom dan baris.
Alokasikan semaksimal mungkin jumlah produk pada kotak/sel yang termasuk dalam kolom atau baris terpilih, yaitu pada kotak/sel yang biayanya terendah di antara kotak/sel lain pada kolom/baris itu. Untuk alokasinya perhatikan kapasitas supply dan demand yang ada.
Penyelesaian Masalah Transportasi Dengan Metode VAM 
Dengan menggunakan contoh soal yang sama pada metode NWC, berikut akan disajikan penyelesaian masalah dengan metode LC. 
Menyusun kebutuhan, kapasitas masing-masing sumber, dan biaya pengangkutan ke dalam matrik (tabel). (Lihat Tabel 14).
Mencari perbedaan dari dua biaya terkecil (dalam nilai absolut), yaitu biaya terkecil dan terkecil kedua untuk tiap baris dan kolom pada matrik (tabel). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15, dua biaya terkecil pada baris ditunjukkan dengan lingkaran warna merah, sedangkan dua biaya terkecil pada kolom ditunjukkan dengan warna ungu.
Memilih 1 nilai perbedaan yang terbesar di antara semua nilai perbedaan pada kolom dan baris. Dari hasil pada tabel 15, nilai perbedaan terbesar adalah 4 yaitu pada baris 2.
Memilih kotak/sel pada baris/kolom yang memiliki nilai perbedaan terbesar dengan biayanya terendah di antara kotak/sel lain pada kolom/baris itu. Dalam hal ini pada baris 2, kotak/sel x_2Aadalah yang dipilih. Kemudian alokasikan semaksimal mungkin jumlah produk pada kotak/sel yang termasuk dalam kolom atau baris terpilih. Dengan jumlah supply = 200, dan demand = 175, sehingga jumlah yang dapat dialokasikan pada x_2A= 175 (sesuai jumlah demand), dan x_2B  serta x_2C  tidak perlu dialokasikan. (Lihat Tabel 16).
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-2. Hasilnya pada Tabel 17.
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-3. Dari hasil pada tabel 17, nilai perbedaan terbesar adalah 3 yaitu pada kolom B.
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-4. Dalam hal ini pada kolom B, kotak/sel x_3Badalah yang dipilih. Dengan jumlah supply = 100, dan demand = 275,maka jumlah yang dapat dialokasikan pada x_3B= 100 (sesuai jumlah supply),dan x_1Btidak perlu dialokasikan.(Lihat Tabel 18).
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-2. Hasilnya pada Tabel 19.
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-3. Dari hasil pada tabel 19, nilai perbedaan terbesar adalah 8 yaitu pada baris 3.
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-4. Dalam hal ini pada baris 3, kotak/sel x_3A  adalah yang dipilih. Dengan jumlah sisa supply = 25, dan sisa demand = 175, maka jumlah yang dapat dialokasikan pada x_3A= 25 (sesuai jumlah sisa supply), dan x_1Atidak perlu dialokasikan. (Lihat Tabel 20).
akukan kembali langkah penyelesaian ke-2. Hasilnya pada Tabel 21. 
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-3. Dari hasil pada tabel 21, nilai perbedaan terbesar adalah 2 yaitu pada kolom C.
Lakukan kembali langkah penyelesaian ke-4. Dalam hal ini pada kolom C, kotak/sel x_1C  adalah yang dipilih. Dengan jumlah supply = 300, dan demand = 150, maka jumlah yang dapat dialokasikan pada x_1C  = 150 (sesuai jumlah demand). (Lihat Tabel 22). 
Karena hanya tersisa satu kotak/sel yang belum teralokasi yaitux_3C, dan jumlah sisa supply, serta jumlah sisa demand masih ada sebesar 150, maka alokasikan semuanya pada kotak/sel tersebut (x_3C). (lihat Tabel 23)













































Karena sudah tidak ada lagi kotak/sel yang tersisa, maka solusi optimal sudah dicapai. Alokasi optimal dengan metode VAM adalah x_1A= 0 ; x_1B= 0 ; x_1C= 150 ; x_2A= 175 ; x_2B= 0 ;x_2C = 0 ; x_3A= 25 ;x_3B = 100 ; x_3C= 150. 
Menghitung biaya pengiriman yang harus dikeluarkan dengan persamaan sebagai berikut. 
Min.Z = 〖6x〗_1A+8_1B+〖10x〗_1C+〖7x〗_2A+〖11〗_2B+〖11〗_2C+〖4x〗_3A+〖5x〗_3B+〖12x〗_3C
Min. Z  = 6(0) + 8(0) + 10(150) + 7(175) + 11(0) + 11(0) + 4(25) + 5(100) + 12(150) 
Min. Z   = 5125 
Jadi biaya pengiriman (transportasi) adalah sebesar $5125.  


















BAB V METODE PENUGASAN (ASSIGNMENT METHOD)
5.1. Pengertian Persoalan Penugasan
Assignment problem adalah suatu masalah mengenai pengaturan pada individu (objek) untuk melaksanakan tugas (kegiatan), sehingga dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan penugasan tersebut dapat diminimalkan. Salah satu dalam menyelesaikan persoalan ini adalah dengan menggunakan algoritma Hungarian.
Algoritma Hungarian adalah salah satu algoritma yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan masalah assignment. Versi awalnya, yang dikenal dengan metode Hungarian, ditemukan dan dipublikasikan oleh Harold Kuhn pada tahun 1955. Algoritma ini kemudian diperbaiki oleh James Munkres pada tahun 1957. Oleh karena itu, algoritma ini kemudian dikenal juga dengan nama algoritma Kuhn-Munkres. Algoritma yang dikembangkan oleh Kuhn ini didasarkan pada hasil kerja dua orang matematikawan asal Hungaria lainnya, yaitu Denes Konig dan Jeno Egervary. Keberhasilan Kuhn menggabungkan dua buah penemuan matematis dari Jeno Egervary menjadi satu bagian merupakan hal utama yang menginspirasikan lahirnya Algoritma Hungarian. Dengan menggunakan algoritma ini, solusi optimum sudah pasti akan ditemukan. Namun untuk hal ini kasusnya dibatasi, yaitu bila ingin menemukan solusi terbaik dengan nilai minimum (least cost search).
Masalah penugasan adalah sejumlah tugas kepada sejumlah penerima tugas dalam basis satu-satu, artinya seorang pekerja harus menjalankan satu pekerjaaan. Tujuan untuk memecahkan persoalan, penempatan sumber- sumber yang ada pada kegiatan-kegiatan yang dituju, sehingga kerugiannya agak minimal dan keuntungannya maksimal.
Model-model penugasan bertujuan untuk mengalokasikan  “sumber daya” untuk sejumlah sama “pekerjaan” pada biaya total minimum.Penugasan di buat atas dasar bahwa setiap sumber daya harus di tugaskan hanya untuk satu pekerjaan. Untuk suatu masalah penugasan n x n, jumlah penugasan yang mungkin di lakukan sama dengan n ! (n factorial) karena perpasangan satu-satu. Adapun 2 masalah penugasan yang biasa terjadi, yaitu :
5.2. Biaya Minimum
Jika jumlah kolom = Jumlah baris
Jika jumlah kolom ≠ Jumlah Baris
Jumlah kolom > Jumlah Baris, maka disebut Dummy Row
Jumlah Kolom < Jumlah Baris, maka disebut Dummy Coloumn
Langkah-Langkahya adalah:
Tuliskan yang ada kedalam matriks
Contoh: Bagian produksi perusahaan mempunyai 3 (tiga) jenis pekerjaan yang berbeda untuk diselesaikan oleh 3 (tiga) karyawan. Ketiga karyawan tersebut mempunyai tingkat keterampilan, pengalaman kerja, latar belakang pendidikan dan latihan yang bebeda pula. Karena sifat pekerjaan dan kemampuan karyawan yang berbeda, maka biaya penyelesaian pekrjaan berbeda-beda.
Tabel 1.1  Matriks Biaya (dalam ribuan Rupiah)
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3
A1 20 27 30
A2 10 18 16
A3 14 16 12
Merubah matriks biaya menjadi matriks kesempatan (peluang) dengan cara, yaitu :
Dimulai dengan merubah matriks biaya menjadi matriks Opportunity Cost, yaitu dengan memilih elemen terkecil pada setiap baris dari matriks biaya mula-mula untuk mengurangi seluruh elemen (bilangan) pada setiap baris. Sebagai contoh :
            Elemen terkecil baris A1 adalah 20, yang berarti bahwa karyawan A1 adalah paling efisien dengan melakukan pekerjaan D1 adalah nol (20 - 20 = 0). Di lain pihak, bila kita akan memadukan A1 dan D2, akan menyangkut Opportunity cost sebesar Rp 7.000,- (yaitu 27 – 20 = 7 ). Begitu juga, oppurtinity cost penugasan A1 untuk pekerjaan D3 sebesar Rp 10.000,- (yaitu 30 – 20 = 10). Dengan cara yang sama, kita dapat menentukan opportunity cost  untuk baris A2 dan A3, sehingga paling sedikit akan diperoleh satu bilangan yang bernilai nol pada setiap baris. Matriks dengan bilangan-bilangan telah dikurangi bilangan terkecil pada setiap baris, di sebut reduce cost matriks.
Tabel 1.2  Reduced cost matriks
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3
A1 0 7 10
A2 0 8 6
A3 2 4 0
Langkah selanjutnya adalah memilih bilangan terkecil bilangan terkecil pada setiap kolom dalam reduced cost matriks untuk mengurangi seluruh bilangan dalam kolom-kolom tersebut, sehingga di peroleh total opportunity cost matriks. Dalam  contoh, pengurangan kolom hanya di lakukan pada kolom D2 karena semua kolom lainnya telah mempunyai bilangan bernilai nol. Bila pengulangan baris telah menghasilkan paling sedikit satu nilai nol pada setiap kolom, pengurangan kolom tidak perlu di lakukan.  Menunjukan bahwa pada setiap baris dan setiap kolom terdapat paling sedikit satu bilangan nol.       
 Tabel 1.3  Total opportunity cost matriks  
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3
A1 0 3 10
A2 0 4 6
A3 2 0 0
Tes Optimalisasi
Skedul penugasan optimal hanya dapat tercapai bila ada 3 (tiga) “independent zeros” dalam matriks, artinya tidak ada dua bilangan nol yang berbeda dalam baris atau kolom yang sama tanpa memperhatikan jumlah nol dalam total opportunity cost matriks. Dengan kata lain, setiap karyawan harus di tugaskan hanya untuk satu pekerjaan total opportunity cost nol, atau setiap pekerjaan harus diselesaikan hanya oleh satu karyawan. Pedoman praktis untuk melakukan tes optimalisasi adalah denagn menarik sejumlah minimum garis horizontal ?vertikal untuk meliput seluruh bilangan bernilai nol dalam total opportunity cost matriks. Bila jumlah garis sama dengan jumlah baris atau kolom, penugasan optimal telah tercapai. Bila tidak sama maka matriks harus di revisi.
Aplikasi tes ini pada tabel total opportunity cost matrix menunujukan bahwa penugasan optimal belum tercapai pada tahap ini. Untuk meliput seluruh bilangan nol dalam total opportunity cost matrix hanya memerlukan duagaris (baris A3 dan kolom D1).
Tabel 1.4  Test for Optimality
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3
A1 0 3 10
A2 0 4 6
A3 2 0 0
Sedangkan jumlah baris atau kolom adalah 3. Bila kita mempunyai satu nol tambahan, misal dalam sel A2 D2, kita dapat mencapai penugasan optimal (dengan total opportunity cost nol) pada tahap ini, karena diperlukan tiga garis untuk meliput seluruh bilangan nol yang ada.
Sekali lagi, karena hanya ada dua garis yang meliputi seluruh bilangan nol dibandingkan tiga baris atau kolom, maka langkah berikutnya perlu dilakukan untuk merevisi matriks.
Apabila belum optimal, maka memilih elemen yang nilainya terkecil dari matrik pengurangan tadi yang tidak di lalui oleh garis vertical maupun horizontal (Merevisi total opportunity cost matrix
Dapat dilakukan dengan prosedur yang terdiri dari :
Memilih bilangan terkecil yang tidak terliput garis-garis (yaitu, opportunity cost terendah, atau dalam contoh =3) untuk mengurangi seluruh bilangan yang tidak terliput.
Menambahkan dengan jumlah yang sama (nilai bilangan terkecil) hanya pada bilangan-bilangan dalam dua garis peliput yang saling bersilangan ( dalam contoh bilangan 2 ditambah 3, atau sama dengan 5). Masukkan nilai-nilai revisi ini ke dalam matriks, sehingga kita mendapatkan total opportunity cost matriks yang telah direvisi.
Tabel 1.5  Revised total opportunity cost Matriks
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3
A1 0 0 7
A2 0 1 3
A3 5 0 0
Kemudian kita ulaingi lagi langkah kedua untuk melakukan tes optimalisasi
Tabel 1.6  Test Optimality
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3
A1 0 0 7
A2 0 1 3
A3 5 0 0
Aplikasi tes langkah kedua pada revised total opportunity cost matriks menunjukan bahwa jumlah garis minimum yang di perlukan untuk meliput seluruh bilangan nol adalah 3. Karena jumlah baris atau kolom matriks ini juga 3, penugasan optimal dapat dibuat.
Matriks penugasan optimal, seperti di tunjukan pada Tabel Test Optimality, telah tercapai, maka kita dapat membuat penugasan optimal kepada masing-masing karyawan. Karena sel A3 D3 merupakan satu-satunya sel yang mempunyai bilangna nol dalam kolom D3, kita melakukan penugasan pertama kepada karyawan A3 untuk pekerjaan D3, dan kita hilangkan baris A3 dan kolom D3 dalam penugasan selanjutnya. Dari sel-sel tersisa dalam matriks, kita mengetahui bahwa sel A1 D2 merupakan satu-satunya sel yang mempunyai bilangan nol dalam kolom D2. Oleh karena itu, kita melakukan penugasan kedua kepada karyawan A1 untuk pekerjaan D2, dan hilangkan bris A1 dan kolom D2. Peugasan ketiga diberikan kepada A2 untuk pekerjaan D1, karena sel A2 D1 merupakan satu-satunya yang masih mempunyai bilangan nol di antara sel-sel tersisa dalam matriks. Jadi, kita mempunyai skedul penugasan optimal dan biaya minimum sebagai berikut :
Tabel 1.7  Skedul Penugasan Biaya Minimum
Penugasan Biaya Skedul
A1 – D2 Rp 27.000
A2 – D1 Rp 10.000
A3 – D3 Rp 12.000
Rp 49.000
5.3. Biaya Maksimum
Jika jumlah Kolom = Jumlah Baris
Jika jumlah Kolom ≠ Jumlah Baris
Jumlah Kolom > Jumlah Baris, maka disebut Dummy Row
Jumlah Kolom < Jumlah Baris, maka disebut Dummy Coloumn
Pemecahan masalah maksimasi dalam penugasan optimal tenaga kerja juga dapat dilakukan dengan metoda Hungarian. Perbedaannya dengan masalah minimisasi adalah bahwa bilangan-bilangan dalam matriks tidak menunjukan tingkat biaya, tetapi menunjukan tingkat laba (indeks produktivitas). Efektivitas pelaksanaan kerja oleh karyawan-karyawan individual diukur dengan jumlah kontribusi laba.Maka, langkah-langkahnya adalah:
Tuliskan persoalan yang ada dalam matriks
Contoh :Masalah penugasan suatu perusahaan yang akan menugasakan 4 (Empat) karyawan yang berbeda kemampuannya untuk 4 (Emapat) pekerjaan yang berbeda pula. Data terperinci tentang kontribusi laba masing-masing karyawan dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 2.1 Matriks Kontribusi laba (dalam ribuan rupiah)
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3 D4
A1 Rp 12,- Rp 14,- Rp 12,- Rp 10,-
A2 16,- 12,- 11,- 17,-
A3 11,- 10,- 9,- 10,-
A4 15,- 17,- 10,- 18,-
Prosedure pemecahan masalah maksimisasi dimulai dengan merubah matriks kontribusi laba menjadi matriks opportunity loss. Dalam masalah ini, A1 memberikan kontribusi laba tertinggi (=Rp 14.000,-) bila ditugaskan pada pekerjaan D2. Oleh karena itu, bila A1 dialokasikan kepekerjaan D1 (dengan kontribusi laba sebesar Rp 12.000,-) ada opportunity loss sebesar Rp 2.000,-  dan seterusnya. Seluruh bilangan dalam setiap baris dikurangi dengan bilangan bernilai maksimum dalam baris yang sama. Langkah ini menghasilkan matriks opportunity loss.
Tabel 2.2 Matriks Opportunity Loss
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3 D4
A1 2 0 2 4
A2 1 5 6 0
A3 0 1 2 1
A4 3 1 8 0
Bilangan-bialangan dalam matriks ini sebenarnya bernilai negative dihilangkan. Seperti sebelumnya, setiapa baris akan berisi paling sedikit satu bilangan nol.
Meminimumkan opportunity loss untuk memaksimumkan laba total
Langkah ini dilakukan melalui pengurangan seluruh bilangan dalam setiap kolom dengan bilangan terkecil dari kolom tersebut. Dalam contoh, langkah pengurangan kolom hanya dilakukan pada kolom D3, karena kolom-kolom lainnya telah ada paling sedikit satu bilangan nol.
Tabel 2.4 Resived Total Opportunity Matrix dan Test for Optimality
KARYAWAN PEKERJAAN
D1 D2 D3 D4
A1 2 0 0 5
A2 0 4 3 0
A3 0 1 0 2
A4 2 0 5 0
Pada table tersebut menunjukan matriks baru yang memungkinkan penugasan optimal dapat dibuat. Adapun skedul penugasan optimal dan kontribusi laba total untuk dua alternative penyelesaiannya adalah :
Tabel 2.5  Skedul Penugasan Biaya Maksimum
Skedul Kontribusi Skedul Kontribusi
Penugasan 1 Laba Penugasan 2 Laba
A1 - D2 Rp 14.000,- A1 - D3 Rp 12.000,-
A3 - D3 9.000,- A2 - D4 17.000,-
A2 - D1 16.000,- A3 -D1 11.000,-
A4 - D4 18.000,- A4 - D2 17.000,-
Rp 57.000,- Rp 57.000,-








BAB VI MANAJEMEN PROYEK (NETWORK PLANNING)
6.1. Pengertian Manajemen Proyek (Network Planning)
Manajemen proyek adalah suatu teknik yang digunakan untuk merencanakan, mengerjakan, dan mengendalikan aktivitas suatu proyek untuk memenuhi kendala waktu dan biaya proyek (Muslich, 2009). Teknik ini berorientasi pada pencapaian tujuan, di mana tujuan tersebut mungkin pembangunan gedung, pembukaan kantor baru, atau pengendalian kegiatan penelitian dan pengembangan. Perencanaan suatu proyek terdiri dari tiga tahap (Prasetya, Hery dan Lukiastuti, Fitri 2009), yaitu:
1. Perencanaan. Membuat uraian kegiatan-kegiatan, menyusun logika urutan kejadian-kejadian, menentukan syarat-syarat pendahuluan, menguraikan interaksi dan interdependensi antara kegiatan-kegiatan.
2. Penjadwalan. Penaksiran waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tiap kegiatan, menegaskan kapan suatu kegiatan berlangsung dan kapan berakhir.
3. Pengendalian. Menetapkan alokasi biaya dan peralatan guna pelaksanaan tiap kegiatan.
Manajemen proyek dengan menggunakan teknik Critical Path Method (CPM) biasanya digunakan untuk pembangunan proyek dimana perkiraan waktu untuk setiap aktivitas atau pekerjaan adalah tertentu. Sedangkan dengan teknik Program Evaluation and Review Technique (PERT) digunakan untuk proyek-proyek di mana perkiraan waktu tidak dapat diprediksi dengan pasti.
Baik CPM maupun PERT dibuat berdasarkan diagram jaringan (network chart), yang merupakan lanjutan dari diagram baris atau gantt chart (Bernard, W). Tujuan membangun suatu jaringan adalah untuk membantu perencanaan danManajemen Proyek (Network Planning/Jaringan kerja) merupakan metode yang dianggap mampu menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan unsur proyek, dan pada gilirannya dapat dipakai untuk memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan. penjadwalan suatu  proyek. Penjadwalan membutuhkan waktu-waktu yang berkenaan dengan aktivitas.  
Penerapan manajemen proyek secara benar akan mendatangkan keuntungan dari segi waktu dan biaya dibanding jika pengelolaan dilakukan seperti pengelolaan pekerjaan regular (Santosa, 2009). Suatu proyek dapat dipandang sebagai suatu kumpulan pekerjaan yang berurutan untuk mencapai tujuan. Setiap pekerjaan yang ada dalam proyek ini disebut aktivitas. Setiap aktivitas dimulai dan berakhir pada suatu titik waktu. Sedangkan istilah kejadian digunakan dalam hubungannya dengan waktu dimulai dan berakhirnya suatu aktivitas. Jika suatu aktivitas telah berakhir, maka suatu kejadian telah terjadi.  
Guna jaringan kerja 
Menyusun urutan kegiatan proyek yang memiliki sejumlah besar komponen dengan hubungan ketergantungan yang kompleks. 
Membuat perkiraan jadwal proyek yang paling ekonomis. 
Mengusahakan fluktuasi minimal penggunaan sumber daya.
Metode jaringan kerja. 
Untuk menentukan waktu yang diperlukan dan mengembangkan suatu sistem, analis sistem sering menggunakan suatu teknik kuantitatif yang disebut PERT (Programming Evaluation and Review Technique). Pert dikembangkan sekitar tahun 1950 oleh Navy Special Project Office bekerjasama dengan Booz, Allen dan Hamilton yang merupakn suatu konsultan manajemen. 
Bila akan menggunakan PERT, 2 buah informasi diperlukan untuk masing masing pekerjaan yaitu urutan dari kegiatan masing-masing pekerjaan dan waktu yang  diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing pekerjaan itu. Urutan pekerjaan ini digambarkan dalam bentuk diagram jaringan (network diagram) atau disebut juga diagram panah (arrow diagram) yang menggunakn simbol-simbol: 
Panah (arrow) yang digunakan untuk mewakili suatu kegiatan (activity).
Simpul (node) yang digunakan untuk mewakili suatu kejadian (event)
Pada gambar 8.1 terdapat 5 kegiatan yaitu A,B,C,D dan E serta 5 buah kejadian 1,2,3,4 dan 5. kejadian yang mengawali suatu kegiatan disebut kejadian ekor (tail event) dan kejadian yang mengakhiri suatu kegiatan disebut kejadian kepala (head event). Urutan-urutan kegiatan dari kegiatan A sampai E adalah sebagai berikut: 
Contoh :






Gambar 1. Diagram Jaringan
Kegiatan A dan B merupakan kegiatan pertama di proyek dan dapat dikerjakan secara serentak bersamaan. Kegaitan A mengawali kegiatan C dan kegiatan B mengawali kegiatan D. dengan kata lain kegiatan C belum dapat dikerjakan bial pekerjaan A belum dikerjakan dan kegiatan D belum dapat dikerjakan bila pekerjaan B belum selesai dikerjakan.
Kegiatan C dan D mendahului kegiatan E atau dengan kata lain pekerjaan E belum dapat dikerjakan bila pekerajaan C dan D belum selesai dikerjakan. 
Kegiatan E merupakan kegiatan akhir dari proyek dan belum dapat dikerjakan biola pekerjaan C dan D belum selesai dikerjakan. 
6.2. Critical Path Method (CPM)/ Metode Jalur Kritis  
Critical Path Method (CPM) merupakan diagram kerja yang memandang waktu pelaksanaan kegiatan yang ada dalam jaringan bersifat unik (tunggal) dan deterministic (pasti), dan dapat diprediksi (Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud, 2007). CPM dapat dipandang sebagai metode yang menyempurnakan metode PERT, karena pada CPM telah dilakukan penyederhanaan (Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud, 2007).   
Teknik CPM menggambarkan suatu proyek dalam bentuk network dengan komponen aktivitas-aktivitas yang ada di dalamnya. Agar teknik ini dapat diterapkan, suatu proyek harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 
Pekerjaan-pekerjaan dalam proyek harus menandai saat berakhirnya proyek
Pekerjaan-pekerjaan dapat dimulai, diakhiri, dan dilaksanakan secara terpisah dalam suatu rangkaian tertentu.
Pekerjaan-pekerjaan dapat diatur menurut suatu rangkaian tertentu.
Selain ciri-ciri yang harus dimiliki oleh proyek tersebut, untuk membuat suatu network dengan benar diperlukan sejumlah aturan. Berikut ini adalah aturan-aturan tersebut : 
Setiap aktivitas atau pekerjaan ditunjukkan dengan suatu cabang tertentu
Antara suatu cabang dengan cabang yang lainnya hanya menunjukkan hubungan antara aktivitas atau pekerjaan yang berbeda
Bila sejumlah aktivitas berkahir pada suatu kejadian maka kejadian ini tidak dapat dimulai sebelum sejumlah aktivitas yang berkahir pada kejadian ini selesai 
Aktivitas dummy digunakan untuk menggabungkan dua buah kejadian, bila antara suatu kejadian dan kejadian yang mendahuluinya tidak dihubungkan dengan suatu aktivitas tertentu. Aktivitas dummy ini tidak mempunyai biaya dan waktu 
Setiap kejadian diberikan angka, sedangkan setiap aktivitas diberikan tanda huruf munurut kejadian awal dan kejadian yang mengakhirinya.  
Persyaratan urutan pengerjaan harus diperhatikan, karena berbagai aktivitas tidak dapat dimulai sebelum aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat dilaksanakan secara bersamaan dan/ atau tidak saling tergantung (Handoko, 2000). Aktivitas mana saja yang harus diselesaikan lebih dahulu sebelum aktivitas selanjutnya dapat mulai dikerjakan. CPM mengenal beberapa waktu mulai dan waktu berakhir, antara lain (Handoko, 2000): 
Earliest Start Time (ES) adalah waktu paling awal (tercepat) suatu aktivitas dapat dimulai, dengan memperhatikan waktu aktivitas yang diharapkan dan persyaratan ururtan pengerjaan.
Latest Start Time (LS) adalah waktu paling lambat untuk dapat memulai suatu aktivitas tanpa penundaan keseluruhan proyek. 
Earliest Finish Time (EF) adalah waktu paling awal (tercepat) suatu aktivitas dapat diselesaikan, atau sama dengan ES + waktu aktivitas yang diharapkan.
Latest Finish Time (LF) adalah waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan suatu aktivitas tanpa penundaan penyelesaian proyek secara keseluruhan, atau sama dengan LS + waktu kegiatan yang diharapkan.
Berikut ilustrasi pembuatan network suatu proyek dalam CPM dapat diberikan contoh pada Gambar 3 sebagai berikut.




Gambar 2. Diagram Network CPM


Critical Path memiliki sifat atau ciri-ciri sebagai berikut (Gitosudarmo, 2002): 
a. Critical Path merupakan jalur yang memakan waktu terpanjang dalam sebuah proses   
b. Critical Path adalah jalur yang tidak memiliki tenggang waktu antara waktu selesainya suatu tahap aktivitas dengan waktu mulainya suatu tahap aktivitas yang lain dalam sebuah proses.  
 Dengan tidak adanya tenggang waktu tersebut maka begitu sebuah pekerjaan selesai maka harus segera dilanjutkan oleh aktivitas yang berikutnya, jadi tidak boleh ada waktu istirahat antara selesainya suatu aktivitas dengan aktiviats berikutnya. Apabila terjadi tenggang waktu atau istirahat maka akan terjadi penundaan pada penyelesaian dari seluruh proyek.  
 Pada jalur yang lain yaitu jalur yang tidak kritis maka akan selalu terdapat tenggang waktu atau waktu istirahat pada setiap proses.Tahap waktu penyelesaian untuk setiap kejadian dapat dilihat pada gambar berikut :






Gambar 3. Penggunaan Lingkaran Kejadian Untuk Perhitungan
Jika suatu aktivitas mempunyai waktu mulai paling akhir (LS) sama dengan waktu mulai paling awal (EF), maka aktivitas ini adalah kritis. Karena EF=LS maka berarti pada jalur itu tidak pernah ada kelonggaran waktu, sebab setiap saat suatu aktivitas selesai pada saat itu pula aktivitas yang lain harus segera dimulai (Gitosudarmo, 2002). Rangkaian aktivitas kritis dalam network yang dimulai dari kejadian awal sampai ke keajadian akhir disebut critical path (Muslich, 2009).  
6.3. Program Evaluation and Review Technique (PERT)  
PERT adalah suatu alat manajemen proyek yang digunakan untuk melakukan  penjadwalan, mengatur dan mengkoordinasi bagian-bagian pekerjaan yang ada di dalam suatu proyek (Setianingrum, 2011).  
PERT juga merupakan suatu metode yang bertujuan untuk (semaksimal mungkin) mengurangi adanya penundaan kegiatan (proyek, produksi, dan teknik) maupun rintangan dan perbedaan-perbedaan, mengkoordinasikan dan menyelaraskan berbagai bagian sebagai suatu keseluruhan pekerjaan dan mempercepat selesainya proyek-proyek (Nurhayati, 2010).
Memperkirakan  waktu yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan seperti menit, jam, hari, minggu atau bulan adalah unit umum yang biasa digunakan waktu untuk penyelesaian suatu kegiatan. Sebuah fitur yang membedakan PERT adalah kemampuannya untuk menghadapi ketidakpastian di masa penyelesaian kegiatan. Untuk setiap aktivitas, model biasanya mencakup tiga perkiraan waktu (Soeharto, 2002):  
Waktu Optimis, yaitu perkiraan waktu yang paling singkat bagi penyelesaian aktivitas.
Waktu Perkiraan Paling Mungkin, waktu penyelesaian yang memiliki probabilitas tertinggi (berbeda dengan : waktu yang diharapkan), dan
Waktu Pesimis, yaitu waktu terpanjang yang mungkin diperlukan suatu kegiatan. 
PERT “menimbang” ketiga perkiraan waktu ini untuk mendapatkan waktu kegiatan yang diharapkan (expected time) dengan rumusan :
Waktu Optimis + (4 x Waktu Perkiraan Paling Mungkin) + Waktu Pesimis
6
Keterbatasan dan kelemahan diagram PERT secara umum adalah bahwa perkiraan atas waktu yang dibutuhkan bagi masing-masing kegiatan bersifat subyektif dan tergantung pada asumsi. Sehingga secara umum PERT cenderung terlalu optimis dalam menetapkan waktu penyelesaian sebuah proyek.Berikut ilustrasi pembuatan network suatu proyek dalam PERT dapat diberikan contoh pada Gambar 4 sebagai beriku:





Gambar 4. Diagram network PERT  
Diagram network pada Gambar 2 ini menunjukkan rangkaian kejadian untuk aktivitas A, B, dan C, di mana penyelesaian aktivitas A merupakan saat dimulainya aktivitas B dan C. Dalam diagram network ini setiap aktivitas harus dimulai pada suatu kejadian di mana aktivitas sebelumnya berakhir. Sebagai contoh, pada gambar diatas, aktivitas A dimulai pada kejadian 1. Akan tetapi, karena kejadian 1 merupakan awal dari seluruh aktivitas dalam network, maka tidak ada aktivitas yang mendahuluinya.
Contoh:Pemerintah akan membangun rumah sakit berstandar internasional, rumah sakit tersebut akan di bangun dan harus melalui delapan kegiatan yakni: membangun komponen internal, memodifikasi atap dan lantai, membangun tumpukan, menuangkan beton dan memasang rangka, membangun pembakar temperatur tinggi, memasang sistem kendali polusi, membangun alat pencegah polusi udara, dan kegiatan terakhir yaitu pemerikasaan dan pengujian.
Kegiatan tersebut dapat di lihat pada tabel di bawah ini berikut penjelasan susunan kegiatannya



Kegiatan Penjelasan Pendahuluan Langsung
A Membangun komponen internal -
B Memodifikasi atap dan lantai -
C Membangun tumpukan A
D Menuangkan beon dan memasang rangka A,B
E Membangun pembakar temperature tinggi C
F Memasang system kendali polusi C
G Membangu alat pencegah polusi udara D,E
H Pemeriksaan dan pengujian F,G

Gambar AON untuk proyek rumah sakit tersebut:




Gambar AOA untuk proyek rumah sakit tersebut:













BAB VII MODEL ANTRIAN (QUEUING METHOD)
7.1. Pengertian Model Antrian
Analisis antrian pertama kali diperkenalkan oleh A.K. Erlang (1913) yang mempelajari fluktuasi permintaan fasilitas telepon dan keterlambatan pelayanannya. Saat ini analisis antrian banyak diterapkan di bidnag bisnis (bank, supermarket), industri (palayanan mesin otomatis), tansportasi (pelabuhan udara, pelabuhan laut, jasa-jasa pos) dan lain-lain. 
Model Antrian adalah suatu proses yang berhubungan dengan suatu kedatangan seseorang pada suatu fasilitas pelayanan, kemudian menunggu dalam suatu antrian pada akhirnya meninggalkan fasilitas tersebut. Jadi, sistem antrian adalah himpunan pelanggan,
Model antrian memberikan informasi probabilitas yang dinamakan operation characteristics, yang dapat membantu pengambil keputusan dalam merancang fasilitas pelayanan antrian untuk mengatasi permintaan pelayanan yang fluktuatif secara random dan menjaga keseimbangan antara biaya pelayanan dan biaya menunggu.
Tujuan penggunaan teori antrian adalah untuk merancang fasilitas pelayanan, untuk mengatasi permintaan pelayanan yang berfluktuasi secara random dan menjaga keseimbangan antara biaya pelayanan dan biaya yang diperlukan selama antri.
7.2. Komponen Proses Antrian
Komponen dasar proses antrian adalah kedatangan, pelayan dan antri. Komponen-komponen ini disajikan pada gambar berikut:
Garis tunggu atau sering disebut antrian (queue)
Fasilitas pelayanan (service facility)




Gambar 1. Komponen Proses Antrian
Populasi masukanBerapa banyak pelanggan potensial yang masuk sistem antrian
Distribusi kedatanganMenggambarkan jumlah kedatangan per unit waktu dan dalam periode waktu tertentu berturut-turut dalam waktu yang berbeda
Disiplin pelayananPelanggan yang mana yang akan dilayani lebih dulu : a). FCFS (first come, first served) b). LCFS (last come, first served) c). Acak d). prioritas
Fasilitas Pelayananmengelompokkan fasilitas pelayanan menurut jumlah yang tersedia : a. Single-channel b. multiple-channel
Distribusi PelayananBerapa banyak pelanggan yang dapat dilayani per satuan waktu dan Berapa lama setiap pelanggan dapat dilayani
Kapasitas sistem pelayananmemaksimumkan jumlah pelanggan yang diperkenankan masuk dalam sistem
Karakteristik sistem lainnyapelanggan akan meninggalkan sistem jika antrian penuh, dsb.
Contoh Sistem Antrian
Sistem Garis tunggu atau antrian Fasilitas
1. Lapangan terbang Pesawat menunggu di landasan Landasan pacu
2. Bank Nasabah (orang) Kasir
3. Pencucian Mobil Mobil Tempat pencucian mobil
4.Bongkar muat barang Kapat dan truk Fasilitas bongkar muat
5. Sistem komputer Program komputer CPU, Printer, dll
6. Bantuan pengobatan darurat Orang Ambulance
7. Perpustakaan Anggota perpustakaan Pegawai perpustakaan
8. Registrasi mahasiswa Mahasiswa Pusat registrasi
9.Skedul sidang pengadilan Kasus yang disidangkan Pengadilan
Notasi dalam Model Antrian
n = jumlah pelanggan dalam sistem
Pn = probabilitas kepastian n pelanggan dalam sistem
λ = jumlah rata-rata pelanggan yang datang persatuan waktu
µ = jumlah rata-rata pelanggan yang dilayani per satuan waktu
Po = probabilitas tidak ada pelanggan dalam sistem
p = tingkat intensitas fasilitas pelayanan
L = jumlah rata-rata pelanggan yang diharapkan dlm sistem
Lq = jumlah pelanggan yang diharapkan menunggu dalam antrian
W = waktu yang diharapkan oleh pelanggan selama dalam sistem
Wq  = waktu yang diharapkan oleh pelanggan selama menunggu dalam antrian
1/µ = waktu rata-rata pelayanan
1/λ = waktu rata-rata antar kedatangan
S = jumlah fasilitas pelayanan
7.3. Model Antrian Satu Saluran Satu Tahap [M/M/1] 
Pada model ini kedatangan dan keberangkatan mengikuti distribusi Poisson dengan tingkat 1 dan µ , terdapat satu pelayan, kapasitas pelayanan dan sumber kedatangan tak terbatas. 
M pertama : rata-rata kedatangan yang mengikuti distribusi probabilitas Poisson
M kedua : tingkat pelayanan yang mengikuti distribusi probabilitas eksponensial
1 : jumlah fasilitas pelayanan dalam sistem atau satu saluran
Asumsi yang digunakan :
Populasi input tidak terbatas.
Distribusi kedatangan pelanggan potensial mengikuti distribusi Poisson.
Disiplin pelayanan mengikuti pedoman FCFS/FIFO.
Fasilitas pelayanan terdiri dari saluran tunggal.
Distribusi pelayanan mengikuti distribusi eksponensial.
Kapasitas sistem diasumsikan tak terbatas.
Tidak ada penolakan maupun pengingkaran
Persamaan yang digunakan:
Peluang tidak ada pelanggan dalam sistem
Peluang n pelanggan dalam sistem
Rata-rata pelanggan yang diharapkan dalam sistem
Rata-rata pelanggan yang diharapkan menunggu dalam antrian
Waktu yang diharapkan oleh pelanggan selama dalam sistem
Waktu yang diharapkan oleh pelanggan selama menunggu dalam antrian 

Tingkat intensitas fasilitas pelayanan (probabilitas pelayan sedang  sibuk)
Probabilitas pelayan tidak sibuk (idle time) 
Contoh Ilustrasi: SPBU X mengoperasikan satu buah pompa bensin dengan satu orang pekerja yaitu A. Rata-rata tingkat kedatangan kendaraan mengikuti distribusi Poisson yaitu 20 kendaraan/jam. Ali dapat melayani rata-rata 25 kendaraan/jam. Jika diasumsikan model sistem antrian yang digunakan adalah M/M/1, hitunglah: 1) Tingkat intensitas (kegunaan) pelayanan 2) Jumlah rata-rata kendaraan yang diharapkan   dalam sistem 3) Jumlah kendaraan yang diharapkan menunggu  dalam antrian 4) Waktu yang diharapkan oleh setiap kendaraan selama dalam sistem (menunggu pelayanan) 5) Waktu yang diharapkan oleh setiap kendaraan untuk menunggu dalam antrian.
Diketahui:  λ = 20, μ = 25
Ditanyakan: 1). U?, 2). L?, 3). Lq ?, 4). W ?, 5). Wq ?
 Jawab:
U = λ / μ = 20/25 =0,80 
bahwa A akan sibuk melayani kendaraan selama 80% dari waktu yang dimilikinya dan pelanggan harus menunggu, sedangkan 20% dari waktunya (1-u) untuk istirahat (idle time)
L = λ / (μ – λ) = 20 / (25-20) = 4
Angka 4 menunjukkan bahwa A mengharapkan 4 kendaraan yang berada dalam system.
Lq = λ2 / μ (μ – λ) = (20)2 / 25(25-20) = 3.2 
Jadi kendaraan yang menunggu untuk dilayani dalam antrian sebanyak 3.2 kendaraan 
W = 1 / (μ – λ) = 1 / (25-20) = 0.2 jam atau 12 menit  
Jadi waktu rata-rata kendaraan menunggu dalam sistem selama 12 menit
Wq = λ / μ (μ – λ) = 20 / 25(25-20) = 0.16 jam atau 9.6 menit 
 Jadi waktu rata-rata kendaraan menunggu dalam antrian selama 9.6 menit
7.4. Model Antrian Ganda [M/M/s]
Dalam Multiple-Channel Model, fasilitas yang dimiliki lebih dari satu. Huruf (s) menyatakan jumlah fasilitas pelayanan
Contoh: Sebuah rumah sakit memiliki ruang gawat darurat (RGD) yang berisikan tiga bagian ruangan yang terpisah untuk setiap kedatangan pasien. Setiap ruangan memiliki satu orang dokter dan satu orang jururawat. Secara rata-rata seorang dokter dan jururawat dapat merawat 5 orang pasien per jam. Apabila pasien yang dihadapi hanya luka-luka ringan, mereka dapat melayani 12 pasien per jam. Laporan pihak statistik pasien pada rumah sakit tersebut menunjukkan bahwa kedatangan dan penyelesaian pelayanan mengikuti distribusi Poisson.



µ  =  rata-rata tingkat pelayanan untuk setiap fasilitas pelayanan


Penyelesaian:


PENUTUP
KESIMPULAN
Model program linear di kembangkan dalam tiga tahap, antara lain pada tahun 1939-1947. Pertama kali di kembangkan oleh Leonid Vitaliyevich Kantorovich, ahli matematika Rusia yang memperoleh Soviet Government’s Leinin Prize pada tahun 1965 dan the Order of Lenin pada tahun 1967; kedua oleh Tjalillng Charles Koopmans, ahli ekonomi dari Belanda yang memulai karir intelektualnya sebagai fisikawan yang melontarkan teori Kuantum mekanik; dank ke-3, George Bernard Dantzing yang mengembangkan Alogaritma Simpleks.
Pada tahun 1930, Kantorovich diharapkan paa kasus nyata optimalisai sumber-sumber yang tersedia di pabrik. Dia mengembangkan sebuah analisis baru nantiny akan dinamakan Pemrograman Linier. Kemudian pada tahun 1939, Kantorovich menulis buku “The Mathematical Method of Production Planning Organization”, di mana Kantovich menunjukkan bahwa seluruh masalah ekonomi dapat dilihat sebagi usaha untuk memaksimumkan suatu  fungsi  terhadap kendala-kendala. Istilah Program Linear di usukan oleh Koopmans ketika mengunjungi Dantzing di RAND Corporation pada tahun 1948. Istilah ini menjadi popular sampai saat ini. 
Program linear adalah suatu cara matematis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai optimasi, yaitu memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan yang bergabung pada sejumlah variabel input.
Yang termasuk dalam komponen model program linear adalah variable keputusan, fungsi tujuan, dan batasan model. Program linier bisa di selesaikan menggunakan metode grafik untuk menentukan persoalan maksimum maupun minimum.
Pendekatan grafik pada pemecahan masalah program linear adalah alat pemecahan ,masalah yang sangat tidak efisien. Satu hal, penggambaran grafik secara akurat akan memakan waktu. Lebih dari itu analisis dengan pendekatan grafik hanya terbatas pada dua variabel keputusan. Akan tetapi, analisis pendekatan grafik memberikan pengertian dalam masalah program linear serta pemecahannya yang sangat beguna pada bab selanjutnya.
Pendekatan grafik, jika daerah solusi yang layak dan titik solusi optimal telah ditentukan dari grafik, persamaan secara simultan dipecahkan untuk menentuan nilai 𝑥1 dan 𝑥2 pada titik solusi. Hasil dari persamaan simultan membentuk dasar bagi metode simpleks untuk memecahkan masalah program linear.





















DAFTAR PUSTAKA
Render, Barry, Ralph M. Stair Jr., dan Michael E. Hanna. (2003). Quantitative Analysis for Management, eighth edition, Upper Saddle River, New Jersey, Prentice Hall, Inc
Aminudin. 2005, Prinsip-Prinsip Riset Operasi. Erlangga: Jakarta.
Jong Jek Siang. 2009. Riset Operasi Dalam Pendekatan Algoritmis. Andi Offset: Yogyakarta.
Sri Mulyono. 2002. Riset Operasi. LPEM UI: Jakarta.
Supranto, Johannes. 1988. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Gondokusuma, A. A. 1980.  Komunikasi Penugasan. Penerbit PT Gunung Agung: Jakarta.
Hani  Handoko, T. 2008. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi I, Penerbit BPFE: Yogyakarta.
Tiro, Muhammad Arif. 2004. Pengenalan Manajemen Sains. Cet 1: Makassar: Andira Publisher. 
Nani Suarni. 2010. Bab 9 CPM PERT Manajemen Operasional. Http://ainisuri.staff.gunadarma.ac.id. Di akses pada 30 Mei 2017.
Aris Gunaryati. Riset Operasional 2 (Doc). http://arisgunaryati.files.wordpress.com. Di akses pada 6 Juni 2017.
Dwi Janto. BAB 8 Teori Antrian (Queuing Method). http://masdwijanto.files.wordpress.com. Di akses pada 6 Juni 2017.
Bambang Yuwono. 2007. Bahan Kuliah Riset Operasi. http://ishaq.staff.gunadarma.ac.id. Di akses pada 9 Juni 2017.
R. Teguh.2014. Teknik Riset Operasional-Eprints MDP-STMIK MDP. http://eprints.mdp.ac.id. Di akses pada 9 Juni 2017.
Taufiqur Rachman. 2015. Metode Simpleks.  http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id/wpcontent/uploads/sites/968/2015/10/CCR314-5-LP-Metode-Simpleks-2015-1.pdf. Diakses pada 9 Juni 2017. 






Makalah Sistem JIT Bagi Perusahaan Industri

MANAJEMEN OPERASIONAL MAKALAH PENTINGNYA SISTEM JUST IN TIME ( JIT )  BAGI PERUSAHAAN INDUSTRI Disusun Oleh: Marlina Sukesi (1...